REMBANG, Lingkarjateng.id – Nelayan dari Pati dan Rembang mengeluhkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 2021 tentang tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kenaikan PNBP hampir 200 persen dinilai sangat memberatkan nelayan.
Perwakilan Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) Pati dan Rembang membahas hal tersebut, Minggu (30/1), di kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung, Mereka saling sharing dan bertukar cerita tentang persoalan yang dihadapi.
Solikin nelayan asal Rembang menceritakan bahwa nelayan di Rembang sudah dua mingguan tak berani melaut. Sejumlah nelayan terpaksa kembali ke Rembang setelah di laut ada patroli dari petugas Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
“Di laut ada patroli, banyak kapal disuruh balik, 10, 20 30 kapal berbondong-bondong. Karena surat-surat perizinan kapal, surat ukur ulang untuk bayar pajak, kami harap ada solusi,” ujarnya.
Nahas, 9 Perahu Nelayan Rembang Digulung Ombak
Sementara itu Ketua PNTI Pati Jasmani menambahkan, kenaikan PNBP hampir 200 persen sangat memberatkan nelayan. Jika sebelumnya untuk kapal berbobot 60 sampai 100 Gross Ton (GT) pajak hanya di kisaran Rp 600 ribu per GT, kini bisa Rp 1,6 juta lebih per GT.
“Namun yang 60 GT sampai 30 GT hanya naik Rp 200 ribuan saja, jadi sekitar Rp 800 ribuan. Di sini nelayan stagnan, perijinan juga stagnan tanpa ada solusi. Khususnya bagi nelayan eks cantrang,” ujarnya.
Dia mengatakan usaha perikanan tangkap saat ini sedang lesu karena adanya pandemi Covid-19. Harapannya ada solusi yang dapat meringankan nelayan, seperti kenaikan pajak tak sebesar yang sekarang. Nelayan menurutnya ingin taat membayar pajak, namun nelayan masih terkendala dalam mengurus pajak. “Karena sebagian nelayan Rembang ini belum masuk zona 874, artinya 874 kapal, itu mulai Tegal sampai Sarang yang sudah terdaftar di KKP (Kementerian Kelautan Perikanan). Dia menyarankan kapal Rembang bisa didaftar ulang agar masuk di zona 874,” pungkasnya. (Lingkar Network | R. Teguh Wibowo – Koran Lingkar)