BLORA, Lingkarjateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora kembali menjadi sorotan setelah belanja pegawai tahun anggaran berjalan tercatat melebihi ambang batas yang ditentukan.
Menurut data yang disampaikan dalam rapat paripurna DPRD, belanja pegawai daerah ini sudah mencapai 41,81 persen dari total APBD, padahal batas maksimal yang diatur adalah 30 persen.
Menanggapi hal ini, Plt Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Blora, Susi Widyorini, menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu regulasi resmi terkait formulasi perhitungan belanja pegawai dari pemerintah pusat.
“Kalau perhitungannya termasuk sertifikasi guru dan pembiayaan pegawai PPPK yang bersumber dari pusat, maka proporsinya akan berbeda. Bisa jadi angka 41 persen itu akan menurun,” ujar Susi saat ditemui usai sidang paripurna.
Ia menjelaskan, beban anggaran yang terlihat besar karena sebagian berasal dari tunjangan sertifikasi guru serta pembayaran pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Dua komponen ini didanai dari pusat melalui Dana Alokasi Umum (DAU) mandatori, sehingga tak sepenuhnya menjadi beban kas daerah.
Lebih lanjut, Susi mengungkapkan bahwa saat ini formulasi belanja pegawai nasional masih dalam proses penyesuaian dan ditargetkan akan berlaku efektif pada tahun 2027.
“PPPK itu kontraknya lima tahun dan bisa diperpanjang dua kali. Formulasinya masih akan berubah menyesuaikan,” tambahnya.
Sebelumnya, dalam sidang paripurna DPRD Blora tanggal 5 Juli 2025, sejumlah fraksi menyuarakan keprihatinannya terhadap tingginya angka belanja pegawai ini.
Salah satunya disampaikan oleh anggota DPRD Galuh Saraswati, yang meminta Pemkab untuk menyusun langkah-langkah strategis agar belanja pegawai tidak mengganggu anggaran program pembangunan lainnya.
“Perlu efisiensi formasi pegawai, optimalisasi digitalisasi layanan, dan komunikasi intensif dengan pusat untuk mencari solusi. Kita ingin belanja pegawai tidak terlalu membebani APBD,” kata Galuh.
Menjawab pandangan tersebut, Bupati Blora Arief Rohman menyatakan bahwa sebenarnya belanja pegawai bisa dikoreksi jika dikurangi komponen belanja guru dan pegawai BLUD.
Dari total Rp 1,1 triliun anggaran belanja pegawai, setelah dikurangi komponen tertentu, maka nilai bersihnya sekitar Rp 870 miliar atau setara 30,75 persen dari APBD.
“Jadi kalau dilihat secara detail, angka itu tidak terlalu melebihi batas. Tapi kami tetap akan upayakan peningkatan PAD agar ruang fiskal kita makin longgar,” jelas Bupati Arief.
Dengan proyeksi regulasi yang baru akan berlaku di tahun 2027, Pemkab Blora kini berada di antara dua tuntutan yakni tetap memenuhi kebijakan pusat terkait PPPK, dan menjaga agar keuangan daerah tidak jebol akibat beban belanja pegawai yang terus meningkat.
Jurnalis : Eko Wicaksono
Editor : Anas M


































