*Oleh: Untung Cipto Mulyono, S.Pd., Guru SMPN 4 Juwana Kabupaten Pati
KETERAMPILAN berbahasa meliputi empat aspek penting, yaitu keterampilan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan berbahasa ini berhubungan erat dengan usaha seseorang untuk memperoleh kemampuan berbahasa yang baik. Banyak usaha yang dilakukan untuk membina dan mengembangkan bahasa agar benar-benar memenuhi fungsinya.
Membaca merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Membaca sebagai alat untuk belajar. Reading for learning (membaca untuk belajar), bukan sekedar learning to read (belajar membaca). Membaca bukanlah suatu pekerjaan yang mudah karena dalam proses membaca, pembaca dituntut memahami isi bacaannya. Dengan menulis, siswa dapat mencatat setiap informasi yang dia peroleh melalui kegiatan membaca. Oleh karena itu membaca dan menulis berkaitan erat dalam mencerna wacana atau informasi yang dibaca.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) atau yang selanjutnya sering disebut PBL adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan cara menghadapkan para siswa tersebut dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Model pembelajaran Problem Based Learning adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan masalah untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Permasalahan dapat diajukan atau diberikan guru kepada siswa, dari siswa bersama guru, atau dari siswa sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai kegiatan belajar siswa.
Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar melalui berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Dalam penerapan model pembelajaran yang bertumpu pada penyelesaian masalah atau pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), guru memberikan kesempatan yang sangat luas kepada siswa untuk menetapkan topik masalah yang relevan dengan materi pembelajaran walaupun sebenarnya guru sudah mempersiapkan apa yang harus dibahas dalam pelajaran. Proses pembelajaran diarahkan agar siswa dapat menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis.
Dilihat dari aspek psikologi belajar pembelajaran berbasis masalah bersandarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman (Wina Sanjaya, 2010:213). Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui penghayatan secara internal akan problema yang dihadapi.
Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. Ngalimun (2013: 90) mengemukakan karakteristik model problem based learning sebagai berikut: (1). Belajar dimulai dengan suatu masalah. (2). Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa. (3). Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu. (4). Memberikan tanggungjawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri. (5) Menggunakan kelompok kecil. (6) Menuntut pembelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka simpulan yang didapat adalah bahwa model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar bahasa inggris materi kalimat perbandingan positif, komparatif, dan superrlatif pada siswa SMPN 4 Juwana Kabupaten Pati, terbukti ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil belajar Bahasa Inggris prasiklus, siklus I dan siklus II berdasarkan ketuntasan belajar yakni 37,5%, meningkat menjadi 62,50% dan pada siklus 2 menjadi 93,75%.
Peningkatan hasil belajar juga ditunjukkan dengan meningkatnya skor maksimum, skor minimum dan skor rata-rata. Skor minimal yang diperoleh dari 42 dan 84, 54 dan 92, 68 dan 100. Skor rata-rata yang dicapai pra siklus sebesar 60,8, siklus 1 naik menjadi 72,5 dan siklus 2 naik menjadi 88,1.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan cukup signifikan. Hal ini nampak pada meningkatnya kemampuan siswa dalam menyimak, mengidentifikasi, mengklasifikasi, mengolah data, merumuskan masalah, mengumpulkan informasi, menarik kesimpulan dan mempresentasikan. Penelitian ini dikatakan berhasil, yang ditunjukkan oleh pencapaian hasil belajar siswa yang tuntas belajar dengan KKM ≥ 70, pada siklus 2 telah mencapai 90,6% dari seluruh siswa.