*Oleh: Patimah, S.Pd Guru TK Negeri Pembina, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati.
BERMAIN peran sangat dekat dengan dunia anak. Tahapan bermain Piaget yang menjelaskan bahwa anak-anak yang berusia 4 tahun dan usia sekolah berpartisipasi dalam bermain peran atau yang disebut sebagai tahapan bermain konstruktif. Bermain peran mendominasi permainan, dan peserta menggunakan properti, kreatifitas, serta imajinasi. Tahapan permainan ini memerlukan interaksi sosial (Dietze, 2006: 130). Dilanjutkan oleh Hughes (2010: 106) bahwa bermain peran termasuk tindakan pikiran dan bukan hanya perilaku ketika niat untuk bermain peran secara terbuka. Bermain peran dapat dikatakan menjadi kegiatan soliter, ketika anak membagi fantasi dunianya dengan alat peraga, miniatur, atau mengimajinasikan seperti temannya.
Metode ini sangat cocok diterapkan pada pendidikan anak usia dini karena daya khayal atau imajinasi anak masih baik untuk dikembangkan. Senada dengan pendapat sebelumnya, Sugihartono (2007: 83) menjelaskan bahwa metode bermain peran merupakan metode pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik dengan cara memerankan tokoh. Pada saat bermain peran, anak-anak melakukan permainan peran karena dipengaruhi oleh fantasinya dengan memerankan suatu kegiatan yang seolah-olah hal tersebut sungguhan (Ahmadi & Sholeh, 2005: 107).
Metode bermain peran bertujuan membuat anak-anak bernegosiasi dengan kelompok kecil dan dapat saling mendukung suatu kegiatan dengan orang lain (Rogers dan Evan, 2008: 72). Bernegosiasi merupakan hal yang penting bagi anak mengingat anak selalu berinteraksi dengan orang lain. Ketika bermain peran anak harus memiliki motivasi agar dapat fokus sehingga kemampuan berbicara dalam bermain peran sesuai dengan skenario yang diperankan dan dapat berjalan (Clegg & Gutzwiller, 2013: 142).
Berdasarkan pemaparan di atas, bermain peran bertujuan membuat anak bernegosiasi dengan kelompok sehingga dapat berinteraksi dengan orang lain. Ketika bermain peran anak harus memiliki motivasi agar dapat fokus dengan skenario yang diperankan dan berjalan dengan lancar, serta dapat mengembangkan perkembangan anak seperti kognitif, emosioanl, fisik, sosial, dan bahasa.
Bermain peran memiliki beberapa manfaat, antara lain: (1) Simple imitation of adults. Mudah mengimitasi atau mencontoh hal-hal yang dilakukan orang dewasa layaknya kehidupan orang dewasa. (2) Intensification of a real life role, anak bermain dengan lebih intensif seperti memerankan kehidupan nyata yang diketahui oleh anak-anak. (3) Reflecting home relationship and life experience, ketika bermain peran anak tidak menyadari bahwa dirinya menampakkan informasi yang baik tentang kehidupan nyata sehingga dengan bermain peran akan menunjukkan bagaimana kehidupan anak tersebut dengan karakter yang muncul pada anak. (4) Expretion ugent need, bermain peran juga dapat dilakukan untuk memberikan pembelajaran atau pemahaman kepada anak mengenai hal-hal penting. (5) Serves as an outlet for forbidden impuses, anak-anak yang memiliki karakter impulsive agresif pada kehidupan nyata dapat mengambil peran dengan agresif yang tinggi atau memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu yang dapat dilakukan dalam kegiatan bermain peran. (6) Allos for the revesal of roles, kegiatan sehari-hari anak juga dapat digunakan sebagai salah satu bahan dalam bermain peran dengan cara mengenalkan hal-hal apa saja yang seharusnya dilakukan di rumah seperti membantu ibu dan sebagainya (Hughes, 2010: 111-112).
Hasil analisis dan pembahasan dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan ketuntasan belajar dari pra siklus sebesar 38,46%; siklus I sebesar 69,23%; siklus II sebesar 92,31%, selain itu peningkatan juga terjadi pada aktifitas guru dan kreatifitas peserta didik yang dapat dilihat dari hasil observasi. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara peserta didik kelas B, TK Negeri Pembina Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati dapat ditingkatkan melalui pendekatan bermain peran.