BLORA, Lingkarjateng.id – Tiga rumah di Dukuh Sambiroto, Desa Buluroto, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora terdampak tanah bergerak yang diduga akibat tergerus aliran Sungai Lusi.
Salah satu warga setempat, Nur, mengatakan pergerakan tanah telah berlangsung lima bulan belakangan, dan hingga kini masih terus terjadi. Ia menduga adanya aliran air di dalam tanah yang memicu terjadinya penggerusan dari bawah permukaan.
Warga setempat telah melakukan penanganan darurat dengan pengurugan tanah setiap hari guna menahan laju pergerakan tanah. Namun, upaya tersebut belum membuahkan hasil.
“Setiap hari dilakukan pengurugan, tetapi kondisinya tetap saja,” ujar Nur saat ditemui dilokasi, Jumat, 26 Desember 2025.
Warga lainnya, Sayid, mengungkapkan insiden yang menimpa rumahnya terjadi dua kali sekitar sebulan belakangan. Ia memperbaiki kondisi tersebut dengan alat seadanya untuk mempertahankan rumah agar tetap stabil.
“Insiden pertama itu terjadi sore hari, mengakibatkan satu tembok ambrol. Lalu yang kedua itu malam hari, dan saat itu ada suara keras, saya lihat bagian belakang sudah rusak dan tiang rumah menggantung,” terangnya.
Hingga saat ini pihaknya belum pernah diajak diskusi dengan pemerintah desa maupun pemerintah daerah dalam menghadapi situasi tanah gerak. Ia berharap agar insiden ini segera berhenti dan tidak menjalar semakin parah.
“Belum ada obrolan, saat ini saya lakukan penanganan darurat. Rumah saya itu berjarak sekitar 70 meter dari sungai Lusi,” tambahnya.
Warga lainnya yang rumahnya terdampak, Janarto, mengatakan sebelumnya pernah dilakukan pengeboran hingga kedalaman sekitar 16 meter untuk mencari sumber air bersih.
Namun, air yang ditemukan kemudian menghilang. Ia menduga di dalam tanah tersebut terdapat aliran air atau sungai bawah tanah.
Menurutnya, tanah yang terdampak berada pada kedalaman sekitar 1,5 meter dari permukaan. Sementara panjang area tanah yang tergerus diperkirakan mencapai sekitar 200 meter dan berada tidak jauh dari aliran Sungai Lusi.
Janarto menambahkan tanah di sekitar rumahnya ambles sekitar dua sentimeter setiap hari. Akibatnya, bangunan rumah mengalami kerusakan cukup parah.
“Tembok rumah jebol dan terpaksa ditutupi terpal. Lantai di dalam rumah pecah dan retak, bahkan pondasi serta tiang soko depan dan belakang rumah bergeser dikedalaman lebih dari 20 sentimeter,” ungkapnya.
Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, Janarto mengaku harus melakukan penambalan sementara dengan kayu bekas untuk mengganjal pondasi agar posisi tiang tetap sejajar.
Akibat kejadian tersebut, tiga rumah warga di sekitar lokasi terdampak dan berpotensi mengalami kerusakan lebih parah, apabila tidak segera dilakukan penanganan.
Warga berharap pemerintah desa dan instansi terkait segera melakukan peninjauan lapangan serta kajian teknis guna memastikan penyebab pergerakan tanah dan menentukan langkah penanganan yang tepat.
Jurnalis: Eko Wicaksono
Editor: Ulfa































