JEPARA, Lingkarjateng.id – Rumah anggota majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Ali Muhtarom, yang berada di Desa Pelemkerep, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, terpantau sepi pada Kamis (24/4) usai digeledah Kejaksaan Agung (Kejagung). Penggeledahan itu terkait perkara suap hakim untuk vonis lepas atau onslag perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di PN Jakarta Pusat.
Ali Muhtarom yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut, merupakan warga asli Desa Bandungrejo, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara, dan baru sekitar dua tahun tinggal di Desa Pelemkerep.
Kepala Desa Pelemkerep, Sutrisno, menjelaskan bahwa penggeledahan rumah Ali Muhtarom terjadi pada Sabtu malam, 12 April 2025, setelah terdakwa pulang dari acara halal bihalal di dekat kediamannya di Desa Pelemkerep.
Sutrisno mengaku terkejut saat didatangi oleh aparat penegak hukum untuk dimintai bantuan penyisiran rumah tersebut. Dalam penyisiran tersebut, ia menyebutkan beberapa barang bukti berhasil diamankan, seperti handphone, laptop, dokumen-dokumen serta satu unit kendaraan mobil Fortuner.
“Kami tidak mengenal terdakwa, karena memang bukan asli warga sini. Terdakwa beli tanah di Desa Pelemkerep, kemudian bangun rumah,” kata Sutrisno saat ditemui di kediamannya pada Kamis, 24 April 2025.
Sutrisno mengaku tidak pernah berkomunikasi secara langsung dengan terdakwa. Menurut informasi yang didapatkannya, Ali Muhtarom hanya singgah ke rumahnya di Jepara pada saat akhir pekan.
“AM juga belum mengurus kepindahan penduduk menjadi warga sini, padahal pihak perangkat sudah meminta yang bersangkutan untuk segera mengurus,” tambahnya.
Menurutnya, terdakwa memang dikenal baik oleh warga sekitar RT 05/RW 02 Desa Pelemkerep. Namun, warga selain RT tersebut tidak mengenal bahkan tidak tahu keberadaan yang bersangkutan.
Kejagung juga menggeladah rumah Didik, suami dari keponakan Ali Muhtarom, yang berada di Desa Tunggulpandean, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, pada Minggu malam, 13 April 2025.
Terpisah, Kepala Desa Tunggulpandean, M. Khotibul Umam, menjelaskan bahwa dirinya tidak mengetahui perihal penggeledahan di salah satu rumah yang berada di desanya itu. Ia justru mengetahui setelah diberi informasi oleh istrinya.
“Saya justru tidak tahu kalau ada penggeledahan tersebut. Karena memang pemilik rumah tersebut bukan warga Desa Tunggulpandean, melainkan warga desa lain, yang membeli rumah di sini,” katanya.
Menurut informasi dari ketua RT setempat, proses penggerebekan dimulai pada Senin dini hari sekitar pukul 00.00 WIB hingga pukul 03.00 WIB.
“Setelah berhasil menemukan dua kantong plastik berisikan uang, tim penyelidik menghitung uang tersebut dibantu ketua RT yang berada di TKP,” tambahnya.
Dari hasil penyelidikan di sana, ditemukan jumlah uang Rp 5,5 miliar di kolong kasur dalam bentuk dolar Amerika Serikat sebanyak 42 bungkus dan dolar Singapore sebanyak 3 bungkus.
Menurut informasi warga setempat, Didik selaku pemilik rumah memang jarang bersosialisasi dengan warga sekitar. Didik sendiri merupakan warga baru yang masih ber-KTP Desa Blimbingrejo karena belum mengurus dokumen kepindahannya ke Desa Tunggulpandean. (Lingkar Network | Muhammad Aminudin – Lingkarjateng.id)