JEPARA, Lingkarjateng.id – Ratusan warga Dukuh Toplek dan Dukuh Pendem, Desa Sumberejo, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, geruduk Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jepara, pada Kamis, 24 April 2025.
Aksi tersebut dilakukan menyusul adanya upaya pembukaan tambang baru di Dukuh Toplek oleh CV Senggol Mekar GS. MD. dan aktivitas tambang di Desa Sumberejo yang mengganggu aktivitas dan mata pencaharian warga, serta menimbulkan dampak kerusakan lingkungan.
Warga Dukuh Toplek dan Dukuh Pendem, Desa Sumberejo menuntut penghentian aktivitas pembukaan tambang baru oleh CV. Senggol Mekar GS. MD, merevisi kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara yang menjadikan Kecamatan Donorojo sebagai daerah untuk pertambangan, dan melakukan penindakan tegas atas perusakan lingkungan dan ekosistem di Desa Sumberjo.
Warga Dukuh Toplek, Purwanto mengatakan, aktivitas pembukaan tambang baru oleh CV Senggol Mekar GS. MD. yang melakukan pembukaan jalan untuk alat eksavator telah menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan, seperti kerusakan jalan-jalan umum, laka lantas, mengganggu aktivitas dan kesehatan warga, tanah longsor, dan kerusakan rumah warga.
“Tanah bergerak dan longsor juga menimbun pemukiman warga di Dukuh Alang-Alang Ombo yang menyebabkan kerusakan parah dan relokasi rumah,” katanya.
Menurutnya, adanya aktivitas tambang dan hadirnya tambang baru mengancam kelestarian alam, kehidupan sosial dan ekonomi, serta ekosistem yang ada di Desa Sumberejo. Hal ini tentu bertolak belakang dengan UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan Hidup yang bebunyi, bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara indonesia, dan UUD NRI 1945 pasal 33 ayat 3 menyebut bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasal negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selain itu, lanjut Purwanto, aktivitas tambang yang sudah lama berlangsung oleh berbagai CV di Desa Sumberejo telah menyebabkan pengendapan sungai dan banjir. Lahan-lahan pertanian juga mengalami gagal panen karena tidak bisa lagi digunakan selama berbulan-bulan.
“Para petani yang biasanya bisa panen 3 kali dalam setahun sekarang hanya bisa 2 kali saja, karena adanya pendangkalan sungai yang menyebabkan sungai tidak dapat menampung banyak air. Hal itulah yang menguatkan alasan warga untuk menolak pembukaan aktivitas tambang baru. Karena khawatir akan dampak yang akan terus berlangsung dan semakin parah,” ujar Purwanto.
Ia menambahkan, dalam proses penyusunan dokumen-dokumen lingkungan oleh CV Senggol Mekar GS. MD tidak didasari adanya partisipasi warga, baik dalam akses informasi dan sosialisasi. Sebab dalam Dokumen UKL-UPL CV Senggol Mekar GS. MD terdapat penyebutan warga menghadiri sosialisasi, tetapi warga Dukuh Toplek dan Dukuh Pendem yang menjadi lokasi tambang galian tidak pernah dilibatkan dalam proses sosialisasi apapun mengenai pelaksanaan tambang.
“Lokasi pertambangan CV Senggol Mekar GS. MD juga berada di lokasi empat mata air yang menjadi sumber mata air utama warga, baik untuk pertanian maupun domestik, dan berdekatan dengan perumahan dan permukiman. Kami khawatir jika aktivitas itu terus dilakukan akan semakin memperparah dampak yang sudah ada,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid Penataan dan Penaatan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (P4LH) DLH Jepara, Hermawan Oktavianto saat menemui masa aksi akan menyampaikan tuntunan warga kepada Kepala DLH Jepara. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Lingkarjateng.id)