SEMARANG, Lingkarjateng.id – Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, bersama suaminya, Alwin Basri, menjalani sidang perdana kasus dugaan tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Senin, 21 April 2025.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Rio Vernika Putra, membacakan dakwaan terhadap eks Wali Kota Semarang yang akrab disapa Mbak Ita dan suaminya atas kasus suap dan gratifikasi total Rp 9 miliar lebih dalam tiga perkara yang berbeda.
Pada dakwaan pertama, JPU menyatakan bahwa keduanya menerima uang dari Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi), Martono, yang juga Direktur PT Chimader 777 sebesar Rp 2 miliar, serta sebesar Rp 1,75 miliar dari Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar.
“Uang tersebut diduga diberikan untuk memuluskan agar keduanya mendapat pekerjaan pada proyek pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemerintah Kota Semarang,” ujar Rio.
Usai dijanjikan mendapat proyek pengadaan barang dan jasa tahun 2023, kata Rio, terdakwa Alwin Basri meminta uang Rp 1 miliar yang merupakan bagian dari komitmen fee.
“Terdakwa Alwin Basri meminta komitmen fee sebesar Rp 1 miliar untuk keperluan biaya pelantikan Hevearita G. Rahayu sebagai Wali Kota Semarang,” terangnya.
Berikutnya, Ita dan Alwin juga didakwa memotong pembayaran pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dengan alasan untuk membayar utang kepada keduanya.
Uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan tersebut merupakan penyisihan pendapatan pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai iuran kebersamaan.
“Total potongan yang dinikmati kedua terdakwa masing-masing sebesar Rp 1,8 miliar untuk terdakwa Ita dan Rp 1,2 miliar untuk terdakwa Alwin,” jelasnya.
Selanjutnya, Ita dan Alwin didakwa menerima gratifikasi atas pekerjaan proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang melalui penunjukan langsung.
“Dari nilai proyek sebesar Rp 16 miliar tersebut, kedua terdakwa masing-masing menerima gratifikasi yang tidak dilaporkan ke KPK sebesar Rp 2 miliar,” ujarnya.
Keduanya pun dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf F, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pada sidang perdana tersebut, terdakwa tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. Dengan demikian, sidang dilanjutkan dengan agenda pembuktian pada pekan depan.
Agus Nurudin yang menjadi salah satu tim Penasihat Hukum Mbak Ita dan Alwin menyatakan bahwa tidak diajukannya eksepsi lantaran untuk mempercepat alur persidangan.
“Kami tidak mengajukan eksepsi agar persidangan berjalan dengan cepat, sehingga minggu depan kami bisa langsung menghadirkan saksi,” tandasnya. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Lingkarjateng.id)