KAB.SEMARANG, Lingkarjateng.id – Dinas Pertanian, Perikanan, dan Pangan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang mengaku banyak irigasi atau sistem perairan di sawah mengalami kerusakan.
Tantangan yang cukup besar untuk sektor pertanian di wilayah Bumi Serasi karena rusaknya irigasi tersebut, tentu akan menghambat proses produktivitas hasil pertanian yang ada.
“Total kurang lebihnya 200 kilometer jalur irigasi baik sekunder dan tersier yang mengalami kerusakan, mulai dari kerusakan ringan, sedang, hingga berat. Dan tersebar di 19 kecamatan,” kata Kepala Dispertanikap Kabupaten Semarang, Moh Edy Sukarno, Minggu, 10 Agustus 2025.
Edy juga menyebutkan, jika kerusakan irigasi rata-rata terjadi di kawasan pertanian jenis pangan.
“Sehingga, ya jelas dengan kerusakan ini sangat berpengaruh pada kebutuhan air yang sangat krusial pada pertanian jenis pangan ini,” tegasnya.
Menurutnya, salah satu faktor yang menjadi penopang utama ketercukupan air pada pertanian, ada di infrastruktur irigasi yang memadai.
“Kerusakan pada irigasi baik secara sekunder dan tersier ini memerlukan perhatian khusus dan harus segera diperbaiki,” tegas dia.
Pihaknya menyatakan, untuk irigasi sekunder kerusakannya ada 200 kilometer, sedangkan irigasi tersier yang rusak se-Kabupaten Semarang jumlahnya lebih dari 200 kilometer.
“Butuh anggaran yang tidak sedikit. Tapi kami saat ini cukup memiliki angin segar atas program Presiden Prabowo Subianto, yang mengkolaborasikan antara Kementerian PUPR dan Kementerian Pertanian,” sambungnya.
Ia membeberkan, bahwa Presiden Prabowo memberikan perhatian yang cukup besar untuk bidang pertanian, salah satunya dukungan terhadap infrastruktur irigasi yang akan melibatkan dua kementerian sekaligus itu.
“Sehingga nanti pembangunannya linear, disitu ada waduk atau bendungan yang juga akan dibangunkan sekaligus sekunder dan primernya, lalu nyambung ke tersier,” bebernya.
Ia berharap pembangunan infrastruktur pertanian nantinya akan jauh lebih linear dengan keberadaan waduk atau bendungan tersebut.
“Jadi nanti harapanya ini bisa menjadi irigasi terkoneksi antar irigasi untuk menopang tanaman pangan ini. Karena selama inikan, waduknya dibangun di wilayah A, tersiernya di bangun di wilayah B, jadi tidak akan nyambung,” jelasnya.
Sampai dengan saat ini, kata dia, Dispertanikap masih harus melalukan pendataan mandiri sampai dengan tahun 2026 mendatang.
Selain itu, Dispertanikap juga masih melakukan peningkatan Luas Tambah Tanam (LTT) melalui bantuan alat mesin pertanian (alsintan), yaitu target penambahan LTT di tahun 2025 ini mencapai 42.000 Hektare (Ha) dari sebelumnya yaitu 41.000 Ha.
“Sekarang ini, dari 19.500 Ha lahan baku sawah hanya ada sekitar 6.000 Ha di wilayah Kecamatan Bancak, Suruh, Pabelan, dan Bringin yang masih bergantung pada lahan tadah hujan,” lanjut dia.
Sebagai upaya dalam pemenuhan air di lahan persawahan tadah hujan ini, Dispertanikap masih terus mengembangkan program sumur dalam tenaga surya, meski saat ini terhambat anggaran.
“Kalau targetnya satu sumur itu untuk mengairi sekitar 10 Ha lahan sawah, tapi biayanya besar sekali, per unit itu bisa sampai Rp 350 jutaan. Sedangkan sumur dangkal ini juga belum tentu efektif karena karakteristik tanah dan kedalamannya yang beda-beda kondisi,” kata dia.
Selain itu, pihaknya juga menggencarkan kepada petani untuk menanam padi varietes genjah yang berumur pendek.
“Karena varietes ini hanya membutuhkan waktu 85 hari saja untuk panen, lebih singkat dibandingkan dengan varietes biasa yang bisa mencapai 120 hari masa tanam hingga panen. Dan kita ini sedang coba tanam di Kecamatan Susukan di lahan seluas 600 Ha karena masih skala demplot,” tandasnya.
Jurnalis: Hesty Imaniar
Editor: Sekar S
































