PATI, Lingkarjateng.id – Sejumlah warga Desa Asempapan, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati mendatangi balai desa setempat untuk menyuarakan aspirasi tentang kebijakan pemerintah yang dinilai tidak promasyarakat, Kamis, 6 November 2025.
Massa datang membawa atribut, seperti poster, spanduk, selebaran berisi tuntutan yang ingin disampaikan kepada pemerintah, khususnya Kepala Desa Asempapan.
Penanggungjawab aksi, Bayu Irianto, mengatakan aksi warga ini dilatarbelakangi kepemerintahan kades yang dinilai tidak prorakyat, salah satunya dengan membuat peraturan desa (perdes) yang bertolak belakang dengan kehendak rakyat.
“Desa bukan milik pribadi tetapi milik semua warga. Asempapan harus bersih, kita malu desa yang dikenal desa santri kini menjadi kotor,” ujarnya.
Bayu menyebutkan ada empat tuntutan yang disampaikan kepada pemerintah. Pertama, meminta Bupati segera mencopot dan memecat Kepala Desa Asempapan Sukarno karena dinilai arogan.
“Bapak Bupati Pati, kami menunggu dan menagih janji kepemimpinanmu yang prorakyat. Kami hadir bukan karena makar, kami hadir karena peraturan yang sepihak dan pembodohan terhadap masyarakat yang dibuat oleh pemerintah desa,” kata Bayu.
Kedua, menuntut keterbukaan Pemerintah Desa Asempapan terhadap penggunaan dana desa, usut serta audit pembangunan infrastruktur tahun 2020 hingga 2025 karena dinilai ada indikasi markup anggaran.
Ketiga, warga meminta penghapusan peraturan desa tentang larangan haul Mbah Panggeng. Keempat, warga menolak aliran limbah PG Trangkil karena merugikan petani.
Aksi massa itu kemudian ditemui Kades Asempapan, Sukarno. Ia pun merespons penolakan warga terhadap Perdes Larangan Haul Mbah Panggeng.
Sukarno menyebut masyarakat salah dalam mengartikan perdes tersebut. Dia menjelaskan bahwa pemdes tidak melarang peringatan haul, melainkan mengubah jadwal pelaksanaan yang biasanya dilaksanakan pada bulan Rabiul Akhir digeser ke Dzulhijjah.
“Tentang Perdes, Perdes bukan semata-mata saya putuskan. Akan tetapi melalui aturan prosedur, kita hadirkan seluruh elemen masyarakat, lembaga, dan tokoh agama untuk membahas adanya Perdes Haul. Hasilnya memutuskan acara haul yang biasanya dilakukan di bulan Bakdo Mulud (Penanggulangan Jawa) dialihkan di bulan Apit bersamaan dengan bersih desa, jadi bukan larangan dalam perdes,” terangnya.
Sementara terkait dugaan markup anggaran dalam proyek infrastruktur, Sukarno menjawab bahwa semua pekerjaan yang menggunakan dana desa digunakan sesuai dengan peraturan.
Sedangkan tuntutan tentang masalah limbah pabrik, ia berjajni akan berkomunikasi dengan PG Trangkil.
Jurnalis: Lingkar Network
Editor: Ulfa































