SALATIGA, Lingkarjateng.id – Penjabat (Pj) Wali Kota Salatiga Sinoeng N. Rachmadi menilai model penilaian tengah semester di SD dan SMP Lebah Putih Salatiga yang dikemas dalam Lebah Putih Festival merupakan salah satu penerapan dari Kurikulum Merdeka Belajar.
Melalui Lebah Putih Festival dinilai bisa meningkatkan kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional siswa, bahkan siswa berani mengenal orang baru.
“Lebah Putih mengajarkan sejak dini kepada siswanya untuk bertemu dengan teman-teman dengan karya yang berbeda-beda. Sehingga sudut pandang mereka menjadi lebih terbuka,” kata Pj Wali Kota Sinoeng belum lama ini.
Dalam proyek Lebah Putih Festival, Pj Wali Kota Sinoeng melihat dua poin dalam proses pembelajaran yang langsung ke dunia nyata itu. Pertama adalah komunikasi outing class, dan yang kedua adalah mengembangkan karakter dan bekerjasama dengan orang lain.
Menurutnya, outing class merupakan konsep sekolah tanpa sekat. Siswa lebih tergambar ilmu pengetahuannya dan mudah berinteraksi dengan sesama.
“Kemudian bagaimana mereka mengembangkan karakter dan bekerja sama dengan orang lain, disebut dengan soft skill. Yaitu kemampuan berinteraksi, berkompromi, siap beda, menghargai orang lain dan juga empati,” ujarnya.
Fei, salah satu mengaku merasakan perbedaan yang mencolok sekolah di Lebah Putih. Dalam pelaksanaan tes tengah semester ini, ia sudah harus menggunakan alat kamera untuk mendokumentasikan sesuatu dan melakukan wawancara ke outlet yang dipilih sesuai tema.
Hal itu dibenarkan Kak Nisa selaku salah satu wali kelas. Dia menjelaskan, Lebah Putih Festival merupakan rangkaian penilaian tengah semester untuk jenjang SD dan SMP. Sedangkan untuk anak TK, mereka menampilkan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) sesuai kurikulum merdeka belajar.
Pada penilaian tengah semester kali ini, Lebah Putih mengusung konsep gastronomi. Siswa kelas 1 sampai 6 mengulik berbagai makanan khas dari Kota Salatiga.
Untuk kelas 1, poin penilaiannya adalah terkait foto makanan, kelas 2 penilaiannya pada proses pembuatan makanan, sedangkan untuk kelas 3 adalah menelaah gizi kandungan dari makanan.
Sedangkan siswa kelas 4, mereka mengulik tentang akulturasi budaya dari makanan dan kelas 5 tentang statistik makanan yang disukai oleh masyarakat. Adapun kelas 6, mereka sudah melakukan infografis tentang gizi dalam kandungan makanan.
“Saya adalah Wali Kelas 1. Tujuannya agar mereka mampu berinteraksi dan berani bercerita, itu saja. Masing-masing kelas tentu akan berbeda tingkatannya,” terangnya. (Lingkar Network | Angga Rosa – Koran Lingkar)