BANJARNEGARA, Lingkarjateng.id – Pemerintah Indonesia telah menetapkan stunting sebagai isu prioritas nasional. Komitmen ini terwujud dengan memasukkan stunting ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 dengan target penurunan yang cukup signifikan dari kondisi 27,6 persen pada tahun 2019, dan kemudian diharapkan menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditugaskan untuk menurunkan angka stunting. Berbagai roadshow digelar di daerah-daerah termasuk salah satunya di Kabupaten Banjarnegara.
Asda II Kabupaten Banjarnegara Sila Satriana Minggu, 12 November 2023 mengucapkan terima kasih atas perhatian BKKBN terhadap permasalahan stunting di wilayahnya. Kegiatan roadshow yang digelar ke daerah-daerah bisa tersampaikan, utamanya mengenai dampak jangka panjang dari stunting. Pasalnya, stunting bisa berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar anak dan kesulitan memahami materi yang disampaikan di sekolah, sehingga dapat berpengaruh pada prestasi belajar dan produktivitasnya ketika dewasa.
“Stunting bisa mengakibatkan menurunnya imunitas atau kekebalan tubuh, serta munculnya risiko mengalami penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas. Maka dari itu sangat perlu diperhatikan lebih lanjut dampak dari stunting ini, saya mewakili Pemkab Banjarnegara mengucapkan terima kasih atas kepedulian dan peran serta BKKBN,” ujar Sila Satriana.
Sementara itu Retno Sudewi, Kepala DP3AP2KB Prov jateng menyampaikan bahwa pencegahan internal dengan cara pemenuhan nutrisi pada 1000 hari pertama kehidupan anak merupakan salah satu pencegahan stunting.
”Seribu hari pertama kehidupan anak merupakan fase yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan fisik dan kemapuan otak anak, sehingga harus dimaksimalkan pemenuhan gizinya,” ujar Retno.
Sementara pencegahan eksternal dapat dilakukan dengan berbagai cara memastikan pemenuhan nutrisi ibu ketika hamil. Edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja.
“Memperbaiki kualitas air dan sanitasi di rumah, di lingkungan tempat tinggal, melakukan imunisasi secara rutin serta menerapkan pola asuh yang tepat dari ayah dan ibu untuk anak-anaknya,” lanjutnya.
Sukaryo Teguh Santoso, Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) BKKBN Pusat, menjelaskan bahwa stunting adalah masalah gizi kronis yang kompleks. Dampak stunting pada anak pun tidak terbatas pada fisiknya yang menjadi jauh lebih pendek dari teman-teman seusia, namun juga masalah lainnya.
Diantaranya, perkembangan otak anak tidak maksimal sehingga kecerdasannya terganggu. Saat dewasa nanti, anak juga lebih rentan terserang penyakit degeneratif.
“Faktor penyebab stunting pada anak bisa bermacam-macam, mulai dari asupan nutrisi yang tidak terpenuhi pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), masalah sanitasi, hingga faktor genetik dari orang tua,” ujar Sukaryo.
Hendro Cahyono, Kepala Dispermades PPKB Kabupaten Banjarnegara berpesan kepada masyarakat pedesaan untuk perlu sekali program pencegahan stunting dimulai dari ibu hamil, calon pasangan suami istri, ibu hamil, baduta dan balita.
“Masyarakat tidak perlu takut, kami sedang berupaya untuk terus melakukan sosialisasi, edukasi dan koordinasi. Stunting pada anak dapat dicegah dengan cara yang tepat, salah satunya melalui cukupnya gizi ibu yang sedang dalam masa menyusui,” ujar Hendro.
Fase menyusui atau saat bayi berusia 0 hingga 6 bulan memegang peranan penting dalam pencegahan stunting. Ibu yang sedang dalam masa menyusui memerlukan makanan yang bergizi agar dapat memberikan gizi yang optimal kepada bayi melalui air susu ibu (ASI).
“Kebutuhan gizi ibu menyusui itu konsumsinya harus lebih banyak dari ibu hamil untuk mencapai 6 bulan ASI eksklusif dan bayinya tetap dalam kondisi yang baik,” lanjutnya.
Pada saat ibu menyusui secara eksklusif, bayi itu bergantung sepenuhnya pada ibunya, sehingga pada masa ini perlu diperhatikan gizi ibu. (Lingkar Network | Unggul Priambodo – Lingkarjateng.id)