SALATIGA, Lingkarjateng.id – Kota Salatiga tercatat menghasilkan sekitar 115,06 ton sampah setiap hari. Dari jumlah itu, lebih dari separuhnya atau 51,86 persen berupa sampah organik.
Sayangnya, hanya sebagian kecil sampah yang berhasil dikelola, sementara lebih dari 17 ribu ton per tahun masih menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA).
Atas dasar itu, Wali Kota Salatiga Robby Hernawan mendorong adanya perubahan paradigma dalam pengelolaan sampah. Ia mengusulkan pembuatan lubang biopori.
Menurutnya biopori menjadi solusi murah dan mudah untuk mengurangi sampah organik di sumbernya.
“Kita harus beralih dari yang semula fokus di TPA menjadi penanganan sampah di sumbernya secara terintegrasi. Teknologi sederhana yang diciptakan Dr. Kamir R. Brata ini bermanfaat ganda, bisa menyerap air hujan, mengurangi genangan, mengubah sampah organik menjadi kompos, sekaligus menyuburkan tanah,” kata Robby dalam keterangan tertulis, Selasa, 23 September 2025.
Dalam program Salatiga Kota Biopori, Pemkot menargetkan pembuatan 20.000 biopori dalam sebulan, dimulai 20 September hingga 20 Oktober 2025.
“Dengan biopori, sampah organik tidak lagi menumpuk di TPA, melainkan bisa langsung dikelola di rumah dan lingkungan masing-masing,” jelasnya.
Jurnalis: Angga Rosa
Editor: Ulfa


































