PATI, Lingkarjateng.id – Warga Dukuh Dayu, Desa Tanjung Sekar memprotes keberadaan tambang galian C di area persawahan Desa Sokopuluhan, Kecamatan Pucakwangi, Pati. Mereka menggeruduk area tambang dan menuntut aktivitas galian C di sana segera diakhiri.
Koordinator Aksi Demo, Muhammad Suheli mengatakan, masyarakat selama ini banyak mengeluhkan dampak negatif aktivitas pertambangan di area persawahan Desa Sokopuluhan tersebut. Pasalnya, tambang yang bersebelahan dengan kawasan penduduk Dukuh Dayu, Desa Tanjungsekar itu menimbulkan pencemaran udara berupa debu tebal beterbangan.
“Warga menyampaikan keluh kesah karena adanya tambang itu mengakibatkan pencemaran udara. Beberapa bulan yang lalu tambang sudah berjalan dan warga mulai mengeluhkan polusi udara. Sampai-sampai anak-anak mau bermain di depan rumah kesulitan karena debu yang bertaburan,” jelas Suheli saat dikunjungi di rumahnya pada Senin, 21 Agustus 2023.
Lokasi tambang yang berdekatan dengan pemukiman warga menjadi alasan lain warga untuk mendesak penambang agar memperhatikan kondisi masyarakat sekitar yang berdekatan dengan lokasi tambang. Selain itu, warga menuntut aktivitas tambang diatur secara saksama agar tidak mengganggu lingkungan di Dukuh Dayu.
“Kemarin sempat rapat dengan warga, agar pemilik proyek punya unggah-ungguh. Jam kerjanya dimulai jam 6 pagi, bahkan pernah selesai sampai jam 7 malam. Jadi di waktu jam 5 sore, waktunya anak, keluarga bercengkrama terganggu dengan debu tambang tersebut,” tambah Suheli.
Oleh karena itu, pada Senin, 21 Agustus 2023, Suheli bersama masyarakat terjun langsung ke lokasi pertambangan untuk menghentikan aktivitas pertambangan yang sedang berlangsung.
“Kami hari ini bareng-bareng, tidak ada yang mengakomodir, bersama masyarakat mendatangi lokasi galian dan meminta untuk mundur dan segera dihentikan,” tuntutnya.
Menurut Suheli, sekitar 65 warga Dukuh Dayu kompak menuntut pemilik tambang menghentikan aktivitas galian C. Namun, karena masih ada area persawahan yang belum selesai dilakukan perataan, pemilik tambang diberi kelonggaran waktu untuk menyelesaikan pertambangan hingga 5 hari ke depan.
“Kami menuntut agar penambangan di wilayah kami segera disetop. Karena ada tanah petani yang perlu diratakan kami menoleransi bisa diteruskan, tapi dengan catatan nanti disiram untuk mengurangi debu,” terangnya.
Lebih lanjut, ia menyebut jika aktivitas galian c berupa pengerukan tanah persawahan tersebut sudah berlangsung sejak tahun lalu. Kendati demikian, aktivitas pertambangan sudah lama berhenti. Baru Agustus 2023 ini pertambangan dimulai kembali.
Dengan adanya aksi demonstrasi tersebut, pihak penambang setuju untuk menghentikan aktivitas tambang setelah dilakukan mediasi oleh pihak desa dan kecamatan.
“Kalau beroperasinya dari dulu berkelanjutan, berhenti jalan lagi. Kalau yang ini berjalan satu bulan terakhir. Tadi Bapak Camat datang ke lokasi, Kepala Desa juga ke lokasi melakukan mediasi. Hasilnya 5 hari ke depan mulai hari Selasa sampai hari Sabtu akan diselesaikan perataan. Setelah 5 hari, mereka akan cabut dari sini,” jelasnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Koran Lingkar)