DEMAK, Lingkarjateng.id – Tuntutan Warga Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak yang meminta kejelasan ganti rugi tanah milik mereka yang terdampak pembangunan proyek Tol Semarang-Demak hingga kini belum mendapatkan respon dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah.
“Sampai saat ini belum ada kejelasan dari pemerintah terkait itu,” kata Kepala Desa (Kades) Desa Bedono, Agus Salim, Senin, 7 Agustus 2023.
Ia menyebutkan di wilayahnya terdapat sekira 470 hektare lahan yang terdampak pembangunan proyek tol dan terendam banjir rob. Selain Desa Bedono, katanya, Desa Timbulsloko, Desa Sidogemah, Desa Gemulak, Desa Tugu, Desa Surodadi, Desa Banjarsari, Desa Sidorejo juga mengalami dampak yang sama.
Ia menjelaskan bahwa demo warga yang dilakukan di Depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Senin, 31 Juli 2023 lalu menuntut dicabutnya Perpres tentang tanah musnah sesuai janji Presiden Joko Widodo dan Menteri Pekerjaan dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Selain itu, pihaknya juga menuntut pemerintah segera membayar ganti rugi pembangunan tol kepada warga terdampak sesuai dengan harga tanah yang semestinya.
“Tanah yang sisa dari terlintasi tol minta dibayarkan seluruhnya, karena akses nantinya tertutup oleh tol. Bahwa tanah pertambakan tersebut masih produktif menjadi mata pencaharian pendapatan warga sehari-hari baik budidaya kerang hijau, kerang dara, jaring-jaring ikan dan pemancingan,” katanya.
Salah satu warga Desa Bedono, Eni mengaku hanya pasrah mengikuti aturan dan keputusan pemerintah. Ia mengatakan tambak juga terendam rob dan akan ikut terdampak pembangunan proyek jalan tol Semarang-Demak.
“Kalau saya mau nggak mau ya ngikuti peraturan dari pemerintah,” kata Eni.
Ia berharap pemerintah dapat memberikan ganti rugi yang sesuai, dikarenakan tanah miliknya bersertifikat.
“Semoga ya mendapat uang ganti rugi nya sesuai dengan harga pasaran, ini juga kan tanahnya ada sertifikatnya,” tutupnya.
Sebelumnya, ratusan warga Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Demak, Jawa Tengah, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Terdampak Tol Semarang-Demak menggeruduk Kantor Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Senin, 31 Juli 2023.
Mereka menyuarakan ketidak-puasannya dengan kebijakan pemerintah yang menerbitkan Permen ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Tanah Musnah, yang meskipun sebagian ketentuan telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI), namun Negara tetap “memaksa berbisnis dengan rakyatnya” menggunakan instrumen hukum Perpres Nomor 52 Tahun 2022 maupun revisinya melalui Perpres Nomor 27 Tahun 2023, yang pada pokoknya meminta rakyat menyerahkan tanahnya dengan penggantian yang tidak adil dan tidak layak.
Ketua Koordinator Lapangan Abbas, menyampaikan dalam orasinya, sebagai rakyat sadar hukum, pihaknya menghormati penuh aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Namun, rencana penggantian tanah musnah dengan uang ganti rugi (UGR) yang nilainya jauh dari adil dan layak, yakni hanya 30 persen dari harga pasar dinilai merupakan bentuk kezaliman pemerintah yang sengaja mengkhianati dan menyusahkan rakyat.
“Pemerintah harus memahami bahwa rakyat dalam mengelola, memanfaatkan, dan menggunakan tanah-tanahnya tersebut telah memiliki atas hak dan merupakan media mencari nafkahnya. Sehingga pemerintah harus memperhatikan keberlangsungan hidup rakyatnya, setelah mereka kehilangan hak atas tanahnya. Oleh karena itu, apabila nilai penggantian tanah musnah jauh dari kata adil dan layak, maka pemerintah telah berbuat zalim dan sengaja menyengsarakan rakyatnya,” tegasnya saat orasi di depan kantor Gubernur Jawa Tengah.
Demonstran juga beberapa kali berteriak memanggil nama Ganjar untuk keluar dan menemui para pendemo yang sudah jauh-jauh datang dari Desa Bedono, Sayung dan memadati halaman Kantor Gubernur.
“Mana Ganjar, kami ingin Gubernur Jawa Tengah gentle dan terbuka untuk menemui kami di sini, melakukan pembicaraan yang semestinya. Kami ingin lihat seorang pemimpin mampu melindungi rakyatnya dari kesengsaraan yang sedang kami alami. Kami rela panas-panasan! Kami rela menunggu sampai malam agar permasalahan ini ada titik terangnya dan tidak sia-sia!” teriak pendemo.
Sementara itu, Kepala Desa Bedono Agus Salim yang turut ikut serta mendampingi warganya dalam menuntut keadilan mengaku telah menyampaikan perihal tanah musnah ini kepada warga.
“Masyarakat hanya ingin, berapa pun sepatutnya dengan harga yang layak itu mereka puas. Masyarakat mendukung (pembangunan tol, red), tapi jangan dikatakan sebagai tanah musnah karena pemukiman yang mereka huni itu terendam air setiap hari,” jelasnya.
Ia juga menepis isu bahwa beberapa warga di Desa Bedono telah menjual tanahnya ke orang lain di luar pemerintahan.
“Itu tidak benar. Jadi tanah-tanah warga itu masih dimiliki, bersertifikat, kemudian ada Later C dan lunas pajak,” jelasnya.
Ia menjelaskan, ada sekitar 80 hektare tanah yang terdampak, sehingga warga menuntut semua tanah yang terdampak tol Semarang-Demak harus dibebaskan seluruhnya. (Lingkar Network | Koran Lingkar)