JEPARA, Lingkarjateng.id – Komite Olahraga Nasional Indonesia Kabupaten Jepara (KONI Jepara) buka suara menanggapi keluhan atlet mix martial art (MMA) yang merasa kurang diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara.
Ketua KONI Jepara, Syamsul Anwar mengatakan, KONI merupakan pembinaan olahraga prestasi bukan profesional, sedangkan MMA tidak termasuk naungan KONI. Sementara soal seleksi atlet, sepenuhnya berada di induk cabang olahraga (cabor) terkait sebagai penyelenggara pembinaan atlet.
“Nah ini kadang-kadang masyarakat kurang begitu jeli memahami. Apa-apa yang disalahkan KONI. Padahal tidak masuk pembinaan KONI,” kata Ketua KONI Jepara pada Kamis, 21 Juli 2022.
Syamsul menjelaskan, ada 3 kelompok olahraga yang menaungi KONI. Yang pertama, prestasi olahraga pelajar yang berada di bawah naungan Disdikpora, untuk saat ini posisi Jepara menempati rangking 7 yang sebelumnya menempati rangking 24. Namun sempat berada di rangking 3 sebelum penutupan Popda. Kemudian yang kedua adalah olahraga prestasi amatir yang sifatnya prestasi seperti PON dan Sea Games.
“Kebanyakan olahraga di luar itu atau yang biasa disebut olahraga masyarakat masuk ke KONI tidak diterima. Akhirnya marah-marah, padahal tidak termasuk dalam naungan KONI. Sebetulnya ada wadahnya yaitu Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI), cuma di Jepara belum terbentuk. Sedangkan jika kita bantu, akhirnya jadi temuan oleh Inspektorat atau BPK,” jelasnya.
Menurutnya, olahraga butuh kepedulian bersama untuk mengurai kesalahpahaman, sehingga tidak bisa menyalahkan pihak induk cabor saja, melainkan termasuk pemerintah dan juga KONI di dalam melakukan pembinaan atlet.
“Kita harus berpikir bersama bahwa itu realitas di lapangan, sehingga bagaimana untuk mengedukasi agar permasalahan tersebut dapat terselesaikan dengan baik,” ujarnya.
Syamsul menuturkan, mulai tahun ini KONI Jepara sudah melakukan perubahan terkait standarisasi pemberian anggaran dana pembinaan atlet oleh induk cabor. Hal ini bertujuan agar lebih merata dan mengedukasi tata kelola pembinaan olahraga di Jepara sebagai wujud pelayanan dan memberikan edukasi.
“Sering kali masalah komunikasi ini berakibat saling menyalahkan satu sama lain dan tentu tidak baik bagi kemajuan olahraga di Jepara,” imbuhnya.
Terkait pembinaan atlet menurutnya untuk saat ini sudah terarah dengan baik, meskipun anggarannya masih jauh dari harapan. Ia menerangkan, pembinaan atlet dimulai dari sisi organisasinya, sebagai pelaksananya berada di induk cabor yang didukung keanggotaan dari klub-klub olahraga.
“Faktanya, standarisasi organisasi saat ini masih banyak masalah, mayoritas bermasalah,” akunya.
Hal inilah yang kemudian dibenahi KONI bersama induk cabor. Pasalnya, ketika organisasi tersebut berbentuk klub, pasti ada kepengurusan dan komunitasnya. Minimal ada aktivitas pembinaan karena untuk sempurna butuh waktu.
“Filosofinya klub adalah tulang punggung pembinaan yang paling bawah termasuk stimulus kejuaraan Kabupaten ke induk cabor juga kita kaitkan dengan standarisasi kepemilikan anggota klub,” tandasnya. (Lingkar Network | Muslichul Basid – Koran Lingkar)