Pemkab Rembang Gencarkan Program Penurunan Angka Stunting

ORIENTASI : Kegiatan orientasi TPK Kecamatan Rembang di Pendopo Kecamatan Rembang pada Rabu, 31 Agustus 2022. (R Teguh Wibowo/Lingkarjateng.id)

ORIENTASI : Kegiatan orientasi TPK Kecamatan Rembang di Pendopo Kecamatan Rembang pada Rabu, 31 Agustus 2022. (R Teguh Wibowo/Lingkarjateng.id)

REMBANG, Lingkarjateng.id Wakil Bupati Rembang, Gus Hanies atau Mochamad Hanies Cholil Barro’ menyebutkan bahwa pola komunikasi yang mencapai sampai lingkup terkecil masyarakat menjadi senjata ampuh bagi Tim Pendamping Keluarga (TPK) dalam penanganan stunting.

Hal itu ia sampaikan saat membuka kegiatan orientasi TPK Kecamatan Rembang di Pendopo Kecamatan Rembang pada Rabu, 31 Agustus 2022. 

“Mulai dari desa, Rukun Tetangga/Rukun Warga (RT/RW), ataupun keluarga. Ini yang bisa masuk TPK, dan memiliki senjata pola komunikasi disitu. Dan hal itu yang tidak dimiliki oleh Kepala dinas maupun Camat,” ujarnya. 

Gus Hanies mengatakan bahwa wilayah Kecamatan Rembang termasuk salah satu wilayah yang memiliki jumlah keluarga berisiko stunting tertinggi. Yaitu dengan jumlah keluarga berisiko stunting sebanyak 6.997 keluarga, dan memiliki jumlah kasus stunting sebanyak 643 kasus.

Meski demikian, lanjutnya, wilayah lainnya tetap harus menjadi perhatian karena penanganan stunting merupakan program nasional maka  di semua wilayah wajib menjadi prioritas penanganan stunting. 

“Karena ini program nasional, maka penting untuk kita laksanakan di semua wilayah secara bersama-sama. Istilahnya dianggap prioritas semua karena ini hal yang penting.” 

Sementara itu, Kapala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB), Subhan mengatakan pemberian orientasi bagi TPK sangat penting. Oleh karena itu ia berharap melalui orientasi itu, TPK dapat betul-betul memahami materi yang disampaikan agar tidak salah dalam melangkah apalagi memiliki data yang tidak valid. 

“Sehingga langkah-langkah ke depan sudah pasti. Di desa saya ada sekian calon pengantin, ada sekian ibu hamil berisiko tinggi, dan ada anak dibawah usia dua tahun (baduta) sekian. InsyaAllah setelah orientasi TPK dapat memiliki data yang pasti,” bebernya. 

TPK mempunyai kewajiban untuk mengelola data Keluarga Risiko Stunting (KRS). Data tersebut menjadi bekal utama bagi TPK untuk melakukan langkah awal dalam penanganan stunting. 

“Kalau KRS sudah fix, apabila di desa ada jumlah yang hamil sekian harus didampingi, apabila ada calon pengantin sekian harus didampingi dan seterusnya,” tutupnya. (Lingkar Network | R Teguh Wibowo – Koran Lingkar)

Exit mobile version