SALATIGA, Lingkarjateng.id – Dies Natalis ke-23 FISKOM Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga menghadirkan seniman Indonesia Butet Kartaredjasa dalam acara Refleksi Bingkai Budaya di Balairung UKSW Salatiga baru-baru ini.
Rektor UKSW Salatiga, Prof Dr Intiyas Utami, S.E., M.Si., Ak., menyampaikan bahwa kolaborasi menjadi bukti bahwa UKSW bersatu menuju world class university. Dirinya mengajak dua fakultas, FISKOM dan Psikologi yang tengah merayakan kelahirannya ini untuk mewarnai UKSW dengan rasa, hati dan jiwa sehingga semangat tersebut menular ke fakultas lainnya.
Pihaknya mendorong mahasiswa untuk semakin kreatif dan berani berinovasi. Budaya satya wacana yang berpikir kreatif, kritis, toleransi dan keberagaman juga terus digaungkan.
“Jadikan UKSW tempat menumbuhkembangkan budaya kreatif yang bertanggung jawab,” kata Intiyas.
Sementara itu, Butet Kartaredjasa yang hadir bersama kelompok teater tari komedi perempuan asal Surakarta, Sahita menyajikan hiburan yang menunjukkan keberagaman seni dan budaya.
Grup yang digawangi oleh Wahyu Widayati (Inonk), Sri Setyoasih (Ting Tong), Sri Lestari (Cempluk) dan Atik Kenconosari (Atiek) ini tampil menghibur dan mengajak para peserta menyanyikan berbagai lagu mulai dari Mars UKSW, Mars FISKOM, Yamko Rambe Yamko, Macarena, Efek Gedang Klutuk, Ojo Dibandingke, Ge Mu Fa Mi Re, hingga lagu No Comment yang dipopulerkan oleh Bunda Corla.
Dalam kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis ke-23 FISKOM UKSW Salatiga, Butet menyoroti sejumlah hal mulai dari politik, kebudayaan, perkembangan teknologi, filosofi Jawa hingga membagikan pesan bagi mahasiswa.
“Perubahan kebudayaan adalah salah satu cara manusia mendapatkan berbagai kemudahan. Hari ini kita dimudahkan oleh kemajuan digital, namun celakanya orang-orang yang lahir pada era ini justru menggunakannya tidak sesuai kebutuhan,” tuturnya.
Pihaknya mengajak para peserta agar tidak terpecah belah karena perbedaan. Kebudayaan menumbuhkan masyarakat dalam keberagaman dan perbedaan sehingga harus disyukuri.
Menurutnya perbedaan itu wajar namun tidak boleh sampai bermusuhan karena perbedaan tersebut. Dinamika kehidupan di luar boleh berkembang, kemajuan digital, hadirnya berbagai inovasi teknologi, tapi jiwa akar kebudayaan masyarakat Indonesia tidak bisa ditenggelamkan oleh teknologi.
Bagi Butet, UKSW bukanlah tempat asing karena sejak tahun 80-an dirinya telah wira-wiri di kampus yang dikenal sebagai Indonesia Mini ini.
Dirinya juga mengapresiasi pola interaksi dosen dan mahasiswa UKSW yang dari dahulu hingga sekarang memiliki pola interaksi setara dan egaliter.
Pada kesempatan itu, Butet mengungkapkan jiwa akar kebudayaan tidak bisa ditenggelamkan oleh teknologi. Di tengah dinamika kehidupan yang kini semua serba digital, dirinya mengajak generasi senior untuk mengikuti perubahan zaman sehingga tidak tercipta gap yang jauh dengan generasi alpha.
Sedangkan anak muda juga harus hidup dalam etos kreatif. Hidup harus selalu bahagia dan tidak membandingkan dengan orang lain sebab takaran bahagia setiap orang berbeda. Kebahagiaan kita ciptakan sesuai takaran. (Lingkar Network | Unggul Priambodo – Koran Lingkar)