PATI, Lingkarjateng.id – Dinas Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Tengah (Jateng) bersama dua Anggota Komisi E DPRD Jateng yakni Joko Haryanto dan Umar Hartoyo mengadakan Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Perlindungan Perempuan dan Anak” di salah satu rumah sakit di Kabupaten Pati, pada Rabu, 23 Agustus 2023.
Dalam sambutannya, Anggota Komisi E DPRD Jateng Joko Haryanto mengingatkan pentingnya peranan orang tua dalam memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya. Ia menyebut, salah satu faktor tingginya pernikahan dini adalah kurangnya pengetahuan dari anak-anak muda.
Jika kondisi ini tidak segera ditangani, Joko mengaku khawatir dapat memicu angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jateng khususnya di Pati akan mengalami kenaikan.
“Ini adalah program dari DPRD Jateng untuk mencegah anak-anak nikah muda. Faktor sosial ataupun ekonomi adalah faktor utamanya. Kadang-kadang orang tua yang kurang mampu justru menyuruh anaknya untuk segera menikah. Ini adalah salah satu faktornya,” ujar Joko.
Senada, Anggota Komisi E DPRD Jateng Umar Hartoyo juga menyayangkan tingginya kasus pernikahan dini. Selain berdampak pada tingginya kasus kekerasan, pernikahan dini juga berdampak terhadap kondisi psikis anak-anak.
“Kenapa kawin bocah ini dilarang, karena secara psikis ini mereka belum siap punya anak, meskipun secara biologis sudah siap. Yang bisa kita lakukan adalah pencegah, karena berdampak pada anak stunting,” kata Umar.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Pati Indriyanto menambahkan bahwa, saat ini kekerasan terhadap perempuan dan anak se-Kabupaten Pati mencapai 485 kasus pada tahun 2022 dan menjadi yang tertinggi ke-10 se-Jawa Tengah.
Menurutnya, permasalahan ini menjadi pekerjaan rumah (PR) seluruh elemen masyarakat untuk bisa mengawasi atau bahkan mencegah pernikahan dini.
“Ini adalah program bentuk pencegahan terhadap perkawinan anak. Laporan kekerasan anak dan perempuan yang masuk ke kita itu sedikit, tetapi yang tidak dilaporkan itu sebenarnya banyak. Sehingga diperlukan cara yang efektif untuk menekan angka perkawinan anak,” tegas Indriyanto. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Koran Lingkar)