PATI, Lingkarjateng.id – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi beberapa waktu lalu banyak dikeluhkan nelayan yang ada di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Padahal, solar adalah bahan bakar utama yang sangat dibutuhkan nelayan untuk pergi melaut.
Mukid, salah seorang nelayan asal Desa Bajomulyo, Kecamatan Juwana mengaku keberatan dengan kenaikan harga BBM ini. Terlebih, kenaikan harga BBM tidak diimbangi dengan naiknya harga ikan di pasaran.
“Kenaikan ini sangat memberatkan. BBM ‘kan termasuk salah satu faktor perbekalan melaut. Kalau BBM harganya melonjak signifikan dari dibawah Rp 10 ribu sekarang naik 100% kita merasa keberatan. Kenaikan BBM ini tidak dibarengi dengan kenaikan harga ikan yang makin menurun,” keluh Mukid saat ditemui di Pelabuhan Juwana pada beberapa waktu lalu.
Sebagai nelayan yang mencari ikan hingga di perairan Papua. Dirinya membutuhkan 140.000 liter solar untuk satu musim tangkap ikan.
Sehingga dengan kenaikan ini, lanjut Mukid, modal perbekalan untuk melaut menjadi lebih besar. Mukid mengungkapkan, salah satu yang kerap kali ditempuh oleh para nelayan untuk menutup modal melaut adalah dengan berhutang.
“Kita satu musim melaut di Papua bisa 140.000 liter. Satu musim itu 7-8 bulan. Imbasnya sangat besar signifikan ditambah dengan pajak yang tinggi. Jadi pengeluaran kita sudah tinggi dulu. Padahal ‘kan hasil melaut belum tahu. Kita memberangkatkan kapal ini saja hutang,” imbuhnya.
Ia pun berharap ada solusi dari pemerintah guna menstabilkan harga BBM. Mukid mengkhawatirkan dengan tingginya harga BBM yang tidak dibarengi dengan kenaikan harga ikan akan berdampak pada ketidakmampuan nelayan untuk melaut. Alhasil, banyak dari Anak Buah Kapal (ABK) yang kehilangan pekerjaan.
“Dampaknya ‘kan tidak di perikanan saja. Kalau perikanan kena dampaknya, mereka mau bekerja di mana saya juga tidak tahu,” tandasnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)