JEPARA, Lingkarjateng.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jepara mendukung Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara dalam upaya percepatan penanganan stunting pada anak. Dukungan ini disampaikan dalam dialog Tamansari Menyapa di R-lisa FM.
Hadir sebagai narasumber adalah Wakil Ketua DPRD Junarso dan Pratikno serta Ketua Komisi C DPRD Nur Hidayat. Sementara, dialog dipandu oleh Kasubag Media Massa M. Safrudin dan Kabid Komunikasi Muslichan.
“Kami mendukung pemerintah dalam upaya penanggulangan stunting di Jepara,” ungkap Wakil Ketua DPRD Jepara, Junarso.
Harkannas, Pj Bupati Jepara Ajak Warga Gemar Makan Ikan Demi Cegah Stunting
Pernyataan ini juga sejalan dengan progres Penjabat (Pj) Bupati Jepara Edy Supriyanta untuk menuntaskan kasus stunting di Jepara tahun 2023 mendatang. Namun demikian, hal ini perlu didukung dengan upaya-upaya strategis penanganan stunting.
“Kami memberi apresiasi agar Jepara bebas stunting di tahun 2023,” ucapnya, baru-baru ini.
Menurut Junarso, ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebab tingginya angka stunting di Jepara. Antara lain, kawin muda, perceraian pasangan nikah, hingga munculnya industri-industri besar yang mempekerjakan perempuan.
“Dengan banyaknya perempuan yang bekerja di pabrik-pabrik industri. Kemudian tidak memperhatikan gizi anak-anaknya,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jepara Pratikno mengungkapkan bahwa, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, perbaikan sanitasi, dan akses air bersih.
“Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu). Maka dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya,” kata Politisi dari Partai Nasdem itu.
Di sisi lain, Nur Hidayat mengajak pemerintah juga harus hadir untuk membantu masyarakat yang terkena stunting dengan cara memaksimalkan sektor kesehatan di semua lini atau tingkatan.
“Saat ini ada 7.138 anak yang masuk kategori stunting,” kata Nur Hidayat.
Menurutnya, stunting tidak hanya menjadi urusan pemerintah semata, tapi seluruh elemen masyarakat juga terlibat.
“Keberadaan perusahaan asing, banyak ibu-ibu bekerja di pabrik. Sementara, pola asuh diserahkan orang tua, nenek, atau suaminya. Ini juga menjadi masalah,” imbuhnya.
Di lain sisi, dewan juga sudah pernah melakukan sidak ke perusahaan untuk mengecek ruang laktasi bagi ibu-ibu yang bekerja di perusahaan tersebut.
“Perusahaan wajib menyediakan ruang laktasi untuk menunjang tumbuh kembang anak,” tegasnya. (Lingkar Network | Muslichul Basid – Koran Lingkar)