Dampak PMK, Penjual Bakso di Semarang Keluhkan Pelanggan Turun

Ketua Asosiasi Pedagang Mi Ayam Bakso (Miaso) Nusantara, Lasiman. (Adimungkas/Lingkarjateng.id)

Ketua Asosiasi Pedagang Mi Ayam Bakso (Miaso) Nusantara, Lasiman. (Adimungkas/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Merebaknya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang sedang menjadi perbincangan masyarakat, khususnya peternak hewan di Kota Semarang bahkan di Jawa Tengah kini menyebar ke telinga para pedagang bakso nusantara. 

Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Pedagang Mi Ayam dan Bakso (Miaso) Nusantara, Lasiman menjelaskan, PMK juga banyak berpengaruh terhadap penjualan bakso. Dirinya mengatakan, dampak PMK mengakibatkan kemerosotan daya beli masyarakat hingga 30 persen terhadap penjualan mi ayam bakso. 

“Pembeli mulai berkurang karena yang punya uang sudah kembali ke kota besar dan kerja, otomatis dalam berdagang berkurang konsumennya. Ditambah lagi isu penyakit ini sedikit banyak bagi berpengaruh bagi masyarakat yang tidak tahu persis tentang penyakit PMK,” ucapnya saat ditemui di kediamannya.

Taj Yasin Imbau Warga Segera Lapor Jika Ternaknya Ada Indikasi PMK

Pihaknya menganggap, meski penyakit tersebut tidak menular atau bahkan menular, namun tetap berpengaruh terhadap image masyarakat untuk makan bakso yang bahan utamanya dari daging sapi.

“Dampak ini terasa sekali saat ini,” keluhnya.

Lasiman menyebut, selain dampak dari PMK, harga daging pun juga menjadi kendala para pengusaha Miaso. Pasalnya, harga daging saat ini semakin mahal, apalagi saat seminggu sebelum lebaran, harga daging sapi sangat melonjak harganya.

“Sekarang ini sudah merosot, merosotnya nggak tanggung-tanggung, hingga 30 persen daya beli masyarakat,” tuturnya.

Hal itulah yang menjadi kekhwatiran Lasiman. Dirinya berharap, pemerintah secara tanggap untuk cepat menanggulangi keresahan para pengusaha bakso, begitu pun merubah image para konsumen bakso dengan adanya virus PMK yang sedang merebak.

Atasi Penyebaran PMK, Pemprov Jateng Bentuk URC

“Baik pemerintah pusat dalam hal ini kementerian pertanian perdagangan dan kesehatan, ini harus peduli terhadap isu-isu yang berkembang,” terangnya.

Dirinya menyebut, isu PMK saat ini juga seperti isu pada masa sebelumnya seperti adanya isu bakso yang terbuat dari campuran daging tikus, boraks dan tambahan formalin. Sehingga jika hal itu tidak diantisipasi dan tidak dikelola manajemen informasi secara baik menyebabkan ketakutan pada masyarakat. 

Lebih lanjut dia menjelaskan, dari kemerosotan daya beli masyarakat hingga 30 persen, yang awalnya para pedagang mampu meraup omzet hingga Rp 1 juta lebih, sekarang hanya mendapat pendapatan kurang dari Rp 700 ribu dalam sehari.

Hal itu masih dalam penelitian pihaknya selaku Kepala Miaso Nusantara, apakah memang akibat dari PMK, atau mungkin uang masyarakat yang kini menipis.

Antisipasi PMK, Pengawasan Hewan Ternak di Kudus Bakal Diperketat

“Ini yang saya ragukan, ini yang masih saya teliti, saya masih belum mendapatkan informasi yang tepat,” ungkapnya.

Menurutnya, PMK sebetulnya hanya semacam virus biasa yang pada umumnya. Dia pun berbagi pengalaman saat dirinya punyak ternak sapi dan kambing masa lalu. Dia menyebut, dalam menggembala sapi dan kambing yang namanya hewan sakit itu hal yang biasa, kalau diobati pasti sembuh.

“Artinya itu sebetulnya tidak perlu dibesar-besarkan dan ditakutkan, karena yang namanya hewan itu terkena sakit itu pasti. Sedangkan manusia saja yang bersih dan berhati-hati juga terkenal penyakit,” terangnya. (Lingkar Network | Adimungkas – Koran Lingkar)

Exit mobile version