PATI, Lingkarjateng.id – Terdapat 735.059 warga Kabupaten Pati yang masuk data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) membutuhkan dukungan pemerintah untuk mendapatkan bantuan rumah layak huni.
Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) Kabupaten Pati melalui Kepala Bidang (Kabid) Perumahan Suhartono menjelaskan, warga yang bisa memperoleh bantuan rumah ditentukan berdasarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga atau desil dalam DTKS yang terdiri dari desil 1 hingga desil 4.
“Desil 1 yakni rumah tangga yang masuk dalam kelompok 1 – 10 persen, desil 2 rumah tangga yang masuk dalam kelompok 11 – 20 persen dihitung secara nasional. Kedua desil tersebut masuk kategori betul-betul tidak mampu. Pemerintah harus hadir membantu intervensinya dalam bentuk pembangunan rumah baru,” beber Suhartono.
Ia melanjutkan, untuk kategori desil merupakan rumah tangga yang masuk dalam kelompok 21 – 30 persen. Kebanyakan mereka mempunyai penghasilan rendah. Intervensi yang dilakukan pemerintah yakni berupa bantuan uang.
“Yang desil 3, teman-teman kita yang mempunyai rumah tapi tidak layak huni. Memiliki penghasilan meski rendah, tidak cukup, maka kita bantu dalam bentuk stimulan yang Rp 15 juta itu. Kemudian yang 20 juta dari BAZNAS, dari provinsi Rp 12,5 juta,” jelasnya.
Suhartono menyebutkan, untuk rumah tangga yang masuk dalam kelompok 31 – 40 persen, intervensi dari pemerintah itu dalam bentuk rumah subsidi.
“Bagi yang desil 4 masyarakat berpenghasilan rendah intervensinya dalam bentuk rumah subsidi,” ucapnya.
Pihaknya juga menuturkan bahwa tingkat penghasilan rumah tangga desil 1 – 4 itu berbeda. Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012.
“Penghasilan yang masuk dalam desil 1—4 beda-beda. Yakni desil 1 sebesar Rp 1,2 juta per bulan, desil 2 sebesar Rp 1,8 juta per bulan, desil 3 sebesar Rp 2,1 juta per bulan dan desil 4 sebesar Rp 2,6 juta per bulan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang. Mereka adalah kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR) dan mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Koran Lingkar)