JAKARTA, Lingkarjateng.id – Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa mendorong pemerintahan Prabowo Subianto untuk bersedia merehabilitasi nama almarhumah Rachmawati Soekarnoputri, yang sempat dijadikan tersangka kasus makar tahun 2016 lampau.
Untuk diketahui, putri Bung Karno yang dikenal sebagai politisi, tokoh pendidikan, dan pendiri Universitas Bung Karno (UBK) ditangkap belasan polisi Jumat pagi, 2 Desember 2016 di kediamannya di Jati Padang, Jakarta Selatan.
Bersama sejumlah aktivis, Rachma dituduh hendak melakukan makar dan berkomplot menggulingkan pemerintahan yang sah. Walau dilepaskan dari tahanan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, pada malam harinya, namun pemeriksaan terhadap Rachma yang ketika itu adalah salah seorang unsur pimpinan Partai Gerindra, terus dilanjutkan secara intens sampai akhirnya menguap tanpa kejelasan.
Rachmawati meninggal dunia pada tanggal 3 Juli 2021 di RS Pusat Angkatan Darat karena sakit yang diderita.
“Sampai Mbak Rachma meninggal dunia, statusnya sebagai tersangka tidak pernah dicabut. Kasusnya tidak pernah dilanjutkan, menguap begitu saja,” ujar pria yang juga merupakan mantan Wakil Rektor UBK yang pada masa itu menjadi juru bicara Rachmawati.
Teguh dalam keterangannya di Jakarta, pada Sabtu, 21 Desember 2024, mengatakan, sudah sepatutnya di tengah wacana abolisi dan amnesti yang sedang berkembang, pemerintah memperhatikan kepastian hukum atas diri almarhumah Rachmawati Soekarnoputri.
Presiden Prabowo dan Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, menurut Teguh, tahu pasti keanehan kasus yang dituduhkan pada Rachmawati yang pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di era Susilo Bambang Yudhoyono.
Ketika “kasus tuduhan makar” terjadi, Rachmawati merupakan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo. Sementara Yusril adalah kuasa hukum yang mendampingi Rachmawati. “Mbak Rachma adalah korban dari penggunaan hukum sebagai alat politik. Semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya adalah alat untuk membungkam dirinya yang kritis dan ingin mengembalikan Konstitusi ke naskah asli UUD 1945. Nama baiknya harus direhabilitasi dan dikembalikan. Bahkan, saya kira negara perlu menyampaikan permintaan maaf khusus. Saya yakin, pemerintah memiliki kebijaksanaan untuk ini,” ujar Teguh. (Nailin RA – Lingkarjateng.id)