KUDUS, Lingkarjateng.id – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan menjatuhkan sanksi administratif kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus menyusul pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Tanjungrejo masih menggunakan sistem open dumping yang belum memenuhi aturan perundang-undangan.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan hingga kini Pemkab Kudus belum menyampaikan laporan pengelolaan sampah melalui Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN).
Menurutnya, kondisi tersebut membuat Kudus belum termasuk daerah yang langsung dijatuhi sanksi, namun langkah penindakan tetap akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Hingga saat ini Kudus belum menyampaikan laporan pengelolaan sampah ke dalam Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, sehingga belum termasuk daerah yang langsung dikenai sanksi, namun dalam waktu dekat sanksi administratif akan diberikan untuk mendorong perbaikan penanganan TPA,” ujarnya didampingi Bupati Kudus Sam’ani Intakoris bersama Forkopimda saat meninjau TPA Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kudus, Jumat, 26 Desember 2025.
Hanif mengapresiasi langkah cepat Bupati Kudus Sam’ani Intakoris bersama Ketua DPRD Kudus Masan yang melakukan percepatan penanganan TPA usai menerima evaluasi dari KLH.
Meski demikian, ia menekankan pengelolaan TPA harus dilakukan secara lebih cermat mengingat lokasi TPA Tanjungrejo berada di kawasan berkontur tinggi.
“Posisi TPA ini cukup berisiko, karena berada di tebing. Oleh karena itu, pembangunan terasiring wajib dilakukan secara serius. Banyak kejadian di daerah lain yang menimbulkan korban jiwa akibat ketidaktaatan dalam pengelolaan TPA,” ujarnya.
Ia menegaskan praktik pembuangan sampah secara terbuka atau open dumping telah dilarang sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Seluruh pemerintah daerah diwajibkan menutup sistem open dumping paling lambat tiga tahun setelah undang-undang tersebut berlaku.
“Faktanya, hampir seluruh daerah di Indonesia masih melakukan open dumping. Karena itu, seluruh kabupaten/kota dikenai sanksi administratif agar menutup open dumping, minimal menjadi controlled landfill,” ujarnya.
Dalam sistem controlled landfill, sampah harus ditutup dengan tanah secara berkala setiap tiga hingga tujuh hari guna menekan potensi pencemaran lingkungan dan lindi. Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, sekitar separuh di antaranya telah menunjukkan perbaikan signifikan, termasuk Kabupaten Kudus.
KLH akan melakukan pengawasan ketat terhadap perbaikan TPA Tanjungrejo melalui penerapan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah selama enam bulan ke depan. Evaluasi dilakukan menggunakan indikator baku yang mengukur potensi kerusakan lingkungan.
“Jika dalam enam bulan nilainya di bawah 40, sanksi akan ditingkatkan menjadi pemberatan sesuai Pasal 114 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dengan ancaman pidana satu tahun. Jika nilainya 40 sampai 90, sanksi diperpanjang sesuai progres. Bila lebih dari 90, sanksi dicabut,” ujarnya.
Selain persoalan TPA, Hanif juga menyoroti capaian pengelolaan sampah secara menyeluruh di Kabupaten Kudus. Saat ini, nilai pengelolaan sampah Kudus berada di kisaran 54-55, masih di bawah ambang batas sertifikasi nasional sebesar 60.
“Kudus masih masuk kategori kota kotor, namun tinggal sekitar lima poin lagi untuk mencapai sertifikat. Dengan inisiatif Bupati dan DPRD menaikkan anggaran serta memperkuat pemilahan sampah dari hulu pada 2026, kami optimistis target tersebut bisa tercapai,” ujarnya.
Ia menjelaskan penilaian pengelolaan sampah dibagi dalam beberapa kategori, yakni nilai 60-75 untuk sertifikat pengelolaan sampah, 75-85 berpeluang meraih Adipura, dan di atas 85 berpotensi memperoleh Adipura Kencana. Saat ini, baru sekitar 10 daerah di Indonesia yang memiliki peluang meraih Adipura Kencana.
Evaluasi lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Januari mendatang secara terbuka dengan melibatkan dinas terkait dan insan pers.
Apabila hasil penilaian masih menempatkan Kudus dalam kategori kota kotor, sanksi administratif berupa paksaan pemerintah akan diberlakukan kepada kepala daerah.
Hanif menegaskan tanggung jawab pengelolaan sampah berada di tangan bupati dan wali kota, namun keberhasilan penanganannya membutuhkan peran aktif masyarakat.
“Meski masyarakat membayar pajak dan retribusi, pengelolaan sampah tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada kepala daerah. Sampah itu bukan berkah, melainkan masalah yang harus dikelola bersama melalui pemilahan dan pengelolaan yang benar,” ujarnya.
Jurnalis: Ant
Editor: Rosyid
































