UNGARAN, Lingkarjateng.id – Petani di wilayah persawahan Desa Candirejo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, merayakan panen raya. Hasil panen padi yang menerapkan sistem pertanian organik ini meningkatkan signifikan hingga sumbang surplus beras di Kabupaten Semarang.
Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, memimpin panen raya secara simbolis di lahan persawahan Desa Candirejo pada Rabu, 3 Juli 2024. Ngesti menjelaskan bahwa biasanya satu hektare lahan di Desa Candirejo menghasilkan 7 ton padi dengan menggunakan 525 kilogram pupuk kimia. Namun, hasil panen meningkat signifikan setelah beralih ke pupuk organik sepenuhnya.
“Berbeda sekali hasilnya, karena 1 Ha lahan persawahan disini biasanya panen di angka 7 ton dengan menggunakan pupuk kimia 525 kilogram, kini kondisinya berbeda sejak menggunakan pupuk organik sepenuhnya. Dimana produktivitas panen hari ini dengan menggunakan pupuk kandang yang difermentasi, hasilnya mencapai 9,6 ton,” ungkap Ngesti.
Pemerintah Kabupaten Semarang melalui Dinas Pertanian, Perikanan, dan Pangan (Dispertanikap) terus mendorong penggunaan pupuk organik untuk menggantikan pupuk kimia. Program pemurnian tanah ini telah diterapkan di beberapa lahan, termasuk di Desa Candirejo yang kini memiliki sekitar 10 hektare lahan sawah full organik.
“Lahan yang barusan kita panen ini full organik atau menggunakan pupuk kandang yang difermentasi dan tidak menggunakan sama sekali pupuk kimia. Dan hasil produktivitas panennya meningkat, dari biasanya 7 ton menjadi 9,6 ton, dimana artinya ada kenaikan hasil panen sebanyak 2,6 ton. Dan ini sudah sangat bersyukur dan bagus, serta terhindar dari hama tikus,” jelas Ngesti.
Menurut Ngesti, penggunaan pupuk organik tidak hanya meningkatkan hasil panen, tetapi juga membuat tekstur tanah semakin subur dan mengurangi biaya produksi bagi petani. Selain itu, pendapatan petani juga meningkat signifikan.
“Karena dalam satu kali panen dengan lahan yang menggunakan pupuk organik, diperkirakan pendapatan petani ini bisa mencapai Rp 46 juta. Karena dengan modal Rp 6 juta mendapatkan hasil panen 9,6 ton, dimana harga gabah saat ini adalah Rp 6.500 maka kurang lebihnya pendapatan petani disini mencapai Rp 46 juta. Dan jika ini stabil maka kesejahteraan dan ekonomi petani tentu mengarah ke arah yang lebih baik lagi kedepan,” terang Ngesti.
Meskipun demikian, tantangan yang dihadapi petani di Kabupaten Semarang adalah masalah irigasi. Saat ini, ada sekitar 2.400 hektare lahan sawah yang hanya mengandalkan tadah hujan dan hanya bisa panen satu kali setahun.
“Karena saat ini di Kabupaten Semarang ada 2.400 Ha lahan persawahan yang merupakan sawah tadah hujan, sehingga di sawah tadah hujan ini hanya bisa panen satu kali. Karena itu, petani harus bisa memanfaatkan teknologi untuk dapat panen dua kali dalam satu tahun, karena pompa air ini mampu mengairi sawah sekitar 43 Ha,” ujar Ngesti.
Teknologi pengairan yang digunakan termasuk pompa air dan sistem irigasi sumur dalam tenaga surya yang sudah diterapkan di 14 kelompok tani di Kecamatan Pabelan dan Kecamatan Suruh. Teknologi ini memungkinkan petani untuk panen dua kali dalam setahun.
“Dengan teknologi ini, satu sumur dalam tenaga surya bisa mengairi lahan persawahan seluas 10 Ha, sehingga bisa panen dua kali dalam setahun. Dan ini akan kami kembangkan di wilayah lainnya di Kabupaten Semarang,” katanya.
Kepala Dispertanikap Kabupaten Semarang, Moh Edy Sukarno, mengonfirmasi bahwa Kabupaten Semarang mengalami surplus beras hingga 60 ribu ton dari total panen 248 ribu ton sejak tahun 2023.
“Kalau tahun ini rata-rata produksi panennya mencapai 60 ribu ton per Ha, kalau luasan lahan persawahan di Kabupaten Semarang ada sekitar 23 ribu lebih Ha yang rata-rata mengalami dua kali panen. Dan surplus beras ini sesuai dengan target kami sebanyak 60 ribu ton,” jelas Edy Sukarno.
Kebutuhan konsumsi beras di Kabupaten Semarang mencapai 76 ribu ton per tahun, sehingga surplus beras ini merupakan pencapaian signifikan yang meningkatkan ketahanan pangan di wilayah tersebut.
Ketua Gapoktan Mandiri Desa Candirejo, Ismail Saleh, menyatakan bahwa penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dapat merusak tanah. Oleh karena itu, petani di Desa Candirejo beralih ke pupuk organik untuk mengembalikan kesuburan tanah.
“Oleh karenanya, petani ini memiliki tugas mengembalikan kesuburan tanah setelah penggunaan pupuk kimia, yakni dengan cara menggantinya ke pupuk organik berupa pupuk kandang yang sudah difermentasikan dulu,” paparnya.
Dengan 10 hektare lahan full organik dan 30 hektare lahan semi-organik, hasil produksi beras di Desa Candirejo meningkat signifikan, mencapai 9 ton per hektare. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan ketahanan pangan di Kabupaten Semarang. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)