Melihat Potensi Vanili di Kabupaten Semarang, Punya Varietas Unggul hingga Sumbang Ekspor Terbesar Indonesia

SUMBANG EKSPOR TERBESAR: Ketua Asosiasi Petani Vanili Kabupaten Semarang, Susfijariyanto menunjukkan tanaman vanili di kebun Vanili Kemuning Garden Farm Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. (Hesty Imaniar/Lingkarjateng.id)

SUMBANG EKSPOR TERBESAR: Ketua Asosiasi Petani Vanili Kabupaten Semarang, Susfijariyanto menunjukkan tanaman vanili di kebun Vanili Kemuning Garden Farm Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. (Hesty Imaniar/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.idKabupaten Semarang memiliki potensi vanili yang sangat besar. Bahkan, daerah ini memiliki varietas unggulan dan menjadi salah satu penyumbang ekspor terbesar di Indonesia, khususnya ke Amerika Serikat dan Belanda.

Penasehat Asosiasi Petani Vanili Kabupaten Semarang, Nurcahya Eko Junaedi menceritakan, pada tahun 80-an Kementerian Pertanian menyebar seluruh ilmuwan ke seluruh wilayah di Indonesia untuk mencari berbagai varian tumbuhan vanili. Kemudian ditemukan tiga varietas bibit vanili terbaik. Kebetulan salah satunya dari Ungaran, Kabupaten Semarang yang bernama varietas Vanili Plenifolia Andrew Vania Satu Ladras Ungaran.

“Kemudian ada juga Vanili Plenifolia Andrew Vania Dua Ladras Gisting Lampung yang berasal dari Lampung, dan juga Vanili Alor, Nusa Tenggara Timur. Dan Kabupaten Semarang saat ini menyumbangkan 1 sampai 2 persen ekspor vanili ke pasar mancanegara. Itu pun masih harus ditopang oleh produksi vanili dari Indonesia Timur dan juga NTT,” jelasnya.

Ia mengatakan vanili dari Kabupaten Semarang kebanyakan diekspor ke Amerika dan Belanda. Meski begitu, menurutnya tak mudah untuk memperjualbelikan vanili.

“Vanili ini adalah tanaman yang merupakan aset negara. Sehingga keberadaanya dan pertumbuhan dari satu pohon vanili saja harus dilaporkan ke pemerintah pusat dan juga Dewan Vanili di Indonesia. Apalagi, satu pohon vanili itu berbarcode, atau memiliki kode angka resmi dari pemerintah pusat, sehingga tidak mudah juga untuk diperjualbelikan seenaknya per bibit atau per pohonnya,” tegas Nurcahyo.

Jika ada orang yang tetap nekat ekspor bibit vanili ke luar negeri, katanya, orang tersebut terancam hukuman pidana penjara maksimal tujuh tahun.

Menurutnya, pohon vanili saat ini tergolong langka. Bahkan, di Kabupaten Semarang jumlah petaninya pun sangat sedikit,

“Ada banyak faktor, di antaranya adalah lahan yang tersedia. Sekarang ini tidak banyak kebun yang kita temui. Secara geografis sudah banyak membuat petani enggan menanam vanili, karena vanili ini membutuhkan media tanam dan cuaca yang lembab. Selain itu, proses pembuahan atau polinasi harus dilakukan atau dibantu manusia, karena bunga vanili tidak bisa melakukan pembuahan sendiri, dibantu dengan serangga tidak bisa, harus manusia, itu pun harus dibawah jam 10.00 WIB,” jelasnya.

Faktor berikutnya adalah masa pembuahan yang lama. Di mana tanaman vanili memiliki siklus seperti manusia. Sebelum memasuki masa pembuahan, tanaman vanili harus melewati dulu masa bayi, remaja, hingga dewasa.

“Jadi, untuk masuk masa pembuahan ini tanaman vanili membutuhkan waktu dua tahun lamanya baru dia bisa berbunga, kemudian dilakukan polinasi, hingga bisa berbuah vanili. Jadi lama menunggu satu tanaman vanili bisa berbuah vanili ini. Belum lagi nanti proses pengeringan buah vanili, yang cukup lama dan menyita waktu serta tenaga. Hal-hal inilah yang membuat minat sebagai petani vanili tidak banyak,” imbuhnya.

Ia menyebutkan di Kabupaten Semarang ada sekira 6.000an petani vanili. Mereka tersebar di tujuh sampai delapan kecamatan saja. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version