Dianggap Penyebab Banjir Bandang, Proyek Pembangunan Wisata Agro di Bandungan Kabupaten Semarang Diprotes Warga

MENINJAU: Camat Bandungan, M Taufik, didampingi Kepala BPBD Kabupaten Semarang, Alexander Gunawan Tribiantoro, dan beberapa warga saat melihat langsung lahan yang rencananya akan dibangun wisata agro di wilayah lingkungan Piyoto, Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, belum lama ini. (Hesty Imaniar/Lingkarjateng.id)

MENINJAU: Camat Bandungan, M Taufik, didampingi Kepala BPBD Kabupaten Semarang, Alexander Gunawan Tribiantoro, dan beberapa warga saat melihat langsung lahan yang rencananya akan dibangun wisata agro di wilayah lingkungan Piyoto, Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, belum lama ini. (Hesty Imaniar/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Warga Kecamatan Bandungan menuntut proyek pembangunan kawasan wisata agro baru di lingkungan Piyoto, Kelurahan Bandungan, dihentikan lantaran diduga menjadi penyebab banjir bandang yang terjadi pada Jumat, 5 Januari 2024 lalu.

Disampaikan oleh Camat Bandungan, M Taufik mengatakan banjir bandang beberapa hari lalu tiba-tiba terjadi di wilayah Bandungan dan membuat akses jalan raya Bandungan tertutup.

Pihaknya mengungkapkan bahwa masyarakat menduga banjir bandang tersebut disebabkan karena pembangunan proyek wisata agro di Dusun Piyoto, Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.

“Tepatnya pembangunan wisata itu di depan Susan Spa Bandungan, memang warga kaget Bandungan sampai ada banjir bandang, wisatawan yang tengah ada di Bandungan pun heran, di sini ada banjir bandang,” ungkapnya terpisah, Minggu, 7 Januari 2024.

Ketika peristiwa tersebut, pihaknya mendatangi lokasi banjir bandang bersama Kepala BPBD Kabupaten Semarang, untuk melihat dan meninjau langsung penyebab terjadinya banjir bandang itu.

“Warga banyak yang bilang, air berasal dari pembangunan proyek wisata baru tersebut, lalu kami mengecek dan betul lokasi itu gundul tidak ada pohon sama sekali seperti sebelum pembangunan proyek wisata itu berlangsung. Luas memang lahannya, dan semuanya gundul tidak ada pohon sama sekali, jadi air yang masuk lahan itu langsung meluap ke jalan raya. Ditambah lagi saluran air yang kecil, ikut menjadi penyebab meluapnya air ke jalan-jalan,” terangnya.

Pihaknya melanjutkan, semestinya pembangunan proyek itu tidak lagi beroperasi karena pembangunannya telah dihentikan oleh Satpol PP Kabupaten Semarang.

“Mereka itu tidak bisa menunjukkan dokumen perizinan dasar yang dibutuhkan, sehingga dihentikan pembangunannya oleh Satpol PP, namun ternyata pihak pelaksana masih nekat mengoperasikan pembangunan proyek wisata baru itu, bahkan di dalam lahan proyek itu masih ada dua alat berat,” jelas M Taufik.

Jika berpijak pada aturan yang ada, lanjut M Taufik, Satpol PP sudah mengeluarkan surat penghentian atas pembangunan proyek wisata di atas lahan seluas 1.043 meter persegi itu. Namun pihak pelaksana tetap melanjutkan.

“Akibatnya membuat banjir bandang terjadi di Bandungan. Untuk itu kami, atas nama warga meminta proyek pembangunan itu harus dihentikan dan jangan sampai masyarakat Bandungan berontak. Jika ini yang terjadi, saya tidak bisa menjamin atau bahkan menghentikan aksi protes warga di sini,” tegasnya.

Sebagai informasi, lahan proyek itu diminta warga untuk menghentikan aktivitas pembangunannya hingga perizinan resmi benar-benar sudah dimiliki oleh pemilik usaha PT Dunia Wisata Bandungan.

“Selain itu, pada penataan lahan yang sudah gundul itu juga harus segera diselesaikan, sehingga air yang begitu derasnya mengalir dari hujan tidak bisa meresap dan akhirnya meluap hingga menyebabkan banjir bandang di Bandungan ini,” paparnya.

Dan atas kejadian tersebut, ungkap M Taufik bahwa warga menuntut sikap dari pihak pengembang atau pelaksana pembangunan. Dimana, pada ada kesepakatan yang terbentuk antara warga, pihak pengembang, Camat Bandungan, dan Kepala Dinas Satpol PP & Damkar (Poldam) Kabupaten Semarang.

“Total ada tujuh poin hasil kesepakatan, yakni pihak pengembang atau pelaksana di lapangan siap menghentikan kegiatan pembangunan, lalu sembari menunggu izin, pihak pengembang wajib melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana dengan membuat tanggul dengan bahan karung dan lainnya,” imbuhnya.

Tidak hanya itu, kesepakatan tersebut juga berisi agar pihak pengembang harus mengurus perizinan terlebih dulu, sebelum melaksanakan kegiatan lanjutan.

“Dengan kesepakatan yang dibuat bersama itu pihak pelaksana atau pengembang harus mematuhi,” terangnya.

Disisi lain, diungkapkan oleh Sekretaris Komunitas Peduli Alam Lestari (Kompasi) Jateng, Badai Zulqarnain jika proyek pembangunan seluas 2 hektar di wilayah Piyoto, Bandungan itu tidak mengantongi perizinan resmi dan membuat resah warga.

Proyek tersebut sempat diperingatkan bahkan ditutup oleh Satpol PP Kabupaten Semarang dan alat berat yang ada harus dikeluarkan dari komplek proyek.

“Ternyata pihak proyek tetap bandel melanjutkan pengerjaan proyek, yang praktis bekas galian di lokasi proyek saat hujan deras menjadi bubur lumpur yang meluncur deras ke pemukiman dan sejumlah tempat usaha di sekitarnya,” katanya.

Menurut dia, proyek tersebut sempat dihentikan setelah terjadi banjir lumpur yang pertama. Sejumlah alat berat juga telah dikeluarkan, namun informasinya proyek beroperasi kembali.

“Jelas kami mendesak Pemda Semarang agar tegas dalam menindak pengusaha nakal yang nekat membangun usaha tanpa izin seperti ini. Sebab lokasi tersebut menjadi kawasan resapan air dan potensi longsor,” paparnya.

Di sisi lain pihaknya pun menyatakan tidak anti terhadap investasi. Namun investor semestinya juga harus memahami aturan dan potensi resiko yang timbul.

“Silahkan berinvestasi tapi harus patuhi aturan, taat regulasi dan taat tradisi itu penting,” tukasnya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version