BMKG Semarang Imbau Waspadai Bencana Hidrometeorologi

WARGA SEMARANG

TERGENANG: Banjir di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas, beberapa waktu yang lalu. (Dinda Rahmasari/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ahmad Yani Semarang menyatakan, bahwa La Nina yang sedang terjadi memberikan dampak pada perbedaan puncak musim hujan di wilayah Jawa Tengah (Jateng). Sehingga saat ini, bisa jadi di suatu kota terjadi hujan lebat setiap hari, namun tidak di kota lainnya.

Koordinator Observasi dan Informasi BMKG Ahmad Yani Semarang, Giyarto mengatakan, La Nina terjadi hingga Februari 2022 mendatang. Cuaca ekstrim, lanjutnya, saat ini sudah terjadi di beberapa wilayah di Jateng. Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk selalu waspada terhadap bencana hidrometeorologi yang terjadi.

“Saat ini sudah masuk musim hujan. Kami merilis memang La Nina yang terjadi dalam intensitas lemah hingga sedang. Di puncak musim hujan, bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, jalan licin, sambaran petir akan banyak terjadi,” ujar Giyarto, Kamis (9/12).

BPBD Semarang Bentuk 64 Kampung Siaga Bencana

Selain itu, pihaknya meminta kepada seluruh elemen masyarakat untuk terus memantau perkembangan cuaca, iklim, potensi gempa bumi, gelombang laut, dan peringatan dini kondisi ekstrIm. Informasi tersebut, dapat dilihat melalui kanal resmi BMKG baik di instagram, facebook, dan twitter.   

Lebih lanjut, pihaknya memaparkan puncak musim penghujan di masing-masing wilayah di Jateng. Sebagian puncak musim penghujan di Banyumas Raya, Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga, Brebes bagian Selatan serta Tegal bagian Selatan terjadi pada November 2021.

Kemudian wilayah Solo Raya seperti Wonogiri, Sragen, Klaten, Sukoharjo, Boyolali dan wilayah Jateng bagian Timur seperti Blora, Rembang, Pati, Kudus, Purwodadi, Kudus, Jepara termasuk Karimunjawa puncaknya pada Januari 2022.

“Sebagian besar wilayah Jateng memang masuk puncak musim hujan pada Januari 2022. Kecuali Banyumas Raya yang tadi disebutkan,” imbuhnya.

La Nina adalah fenomena yang berbalikan dengan El Nino. Ketika La Nina terjadi, Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum. (Lingkar Network | Koran Lingkar Jateng)

Exit mobile version