SEMARANG, Lingkarjateng.id – Direktur Executive Daerah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah Elizabeth Widyastuti mengatakan, angka kasus kekerasan seksual di Jawa Tengah (Jateng) dilaporkan masih tinggi, yakni lebih dari 1.500 kasus pada tahun 2022. Sementara dari data tahun 2022, kekerasan seksual di Indonesia mencapai 3.422 kasus kekerasan berbasis gender yang dilaporkan ke Komnas Perempuan.
Dari data tersebut, kata dia, 65 persen atau 2.228 kasus adalah kekerasan seksual. Sedangkan di tahun 2023 hingga bulan November 2023 ini, dilaporkan ada 23.155 kasus kekerasan dan 7.214 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.
“Oleh sebab itu, kami dari PKBI bersama Yayasan IPAS Indonesia mengadakan talkshow di Kabupaten Semarang ini, selain untuk memperingati 16 Hari Anti Kekerasan (16 HAKTP) juga untuk mengimplementasikan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) kepada banyak pihak di Kabupaten Semarang,” kata Elizabeth Widyastuti dalam “Talkshow Memperingati 16 HAKTP, Implementasi UU TPKS di Provinsi Jawa Tengah” yang diadakan di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Senin, 27 November 2023.
Pihaknya pun mengaku terus mendorong implementasi UU TPKS demi menurunkan angka kekerasan seksual.
“Jika UU TPKS yang diterbitkan pada 9 Mei 2022 menjadi angin segar dan harapan bagi korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan. Namun juga dibutuhkan peranan perangkat penegak hukum yang benar-benar dapat mengakomodir keadilan dan pemulihan bagi korban serta memberikan hukuman yang tegas bagi pelaku menggunakan instrumen hukum yang tepat bersifat lex specialis,” tegasnya.
Ia menyebut, saat ini ada beberapa kasus kekerasan yang menjadi konsentrasi Yayasan IPAS Indonesia, seperti maraknya anak-anak remaja yang memiliki pacar dari media sosial (medsos)
“Hingga akhirnya mereka kenalan, bertemu, dan terjadi tindakan-tindakan kekerasan seksual setelah itu pelaku menghilang. Nah inilah yang saat ini masih kami fokuskan untuk penurunan angkanya dan langkah-langkah antisipasi yang terus kami sosialisasikan ke banyak pihak agar angka kejadian ini bisa ditekan,” tuturnya.
Tidak hanya itu, Elizabeth juga menyayangkan seringnya terjadi kasus kekerasan seksual biasanya disebabkan karena orang terdekat.
“Fenomena yang ada bahwa pelaku kekerasan biasanya justru datang dari orang dekat. Kebanyakan adalah keluarga dibandingkan dengan orang yang tidak dikenal,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, kata dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah bersama Yayasan IPAS, PKBI Jateng, dan Pemkab Kabupaten Semarang mengajak semua lapisan masyarakat dan pemangku kepentingan untuk bersatu dalam mengakhiri kekerasan terhadap perempuan.
“Untuk Kabupaten Semarang kekerasan yang terjadi pada 2022 dan 2023 mengalami penurunan, dimana di tahun 2022 itu terdapat 106 kasus dan pada 2023 hingga bulan Oktober ada 87 kasus,” ujarnya. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkarjateng.id)