Ada Sanksi Tegas, Disdikbud Provinsi Jateng Larang Sekolah Gelar Study Tour

Disbenduk jateng

Disdikbud Provinsi Jateng larang sekolah di bawah naungannya melakukan study tour sebagai tanggapan atas kecelakaan maut bus yang mengangkut rombongan siswa SMK Lingga Kencana Depok di Subang, Jawa Barat (Jabar), Sabtu (11/5/2024) lalu. (Dok. Gmaps/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah melarang sekolah negeri yang berada di bawah naungannya menggelar study tour atau piknik.

Hal ini, jelas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Uswatun Hasanah, sebagai tanggapan serius terhadap kecelakaan maut bus yang mengangkut rombongan siswa SMK Lingga Kencana Depok di Subang, Jawa Barat (Jabar), Sabtu (11/5/2024) lalu.

Ia menyebut aturan terkait larangan study tour terhadap sekolah negeri di bawah naungannya tertuang dalam nota dinas nomor 421.7/00371/SEK/III/2024. Adapun jika ada sekolah yang melanggar aturan tersebut, maka akan sanksi tegas.

“Secara kurikulum juga tidak ada sekolah mewajibkan piknik, meskipun itu [piknik] sudah mengakar dan menjadi budaya sejak dulu. Maka, nota ini dikeluarkan untuk penegasan kembali seusai kejadian itu (kecelakaan maut bus di Subang),”ujarnya saat ditemui di Kantor Disdikbud Provinsi Jawa Tengah, Rabu (15/5).

Menurut Uswatun, sebenarnya aturan tersebut sudah dilakukan sejak program sekolah gratis diberlakukan di Jateng.

Lebih lanjut, larangan ini diberlakukan untuk menghindari penyalahgunaan dana siswa. Pasalnya pungutan di sekolah potensi menjadi ladang bisnis oleh satuan pendidikan.

“Sekolah negeri dilarang menyelenggarakan wisata itu mulai saat sekolah zero pungutan, jadi kalau zero pungutan itu tidak ada pungutan, padahal piknik itu pungutan. Menurut peraturan, bahwa study tour yang diselenggarakan satuan pendidikan itu berpotensi adanya penyimpangan dalam penggunaan anggaran karena di situ profit,” ujarnya.

Ia juga mengutip kepada surat edaran Sekda bahwa khusus terkait pada gerakan bangga berwisata di Indonesia kiranya gerakan yang dimaksud dapat disosialisasikan dan mendapat dukungan dari masing-masing keluarga setiap satuan pendidikan.

” Harapan kita, sekolah itu tidak perlu menjadi  Event Organizer (EO) untuk piknik yang dimana dia itu menjadi biro perjalanan untuk anak-anak. Biar anak-anak itu pikniknya dengan keluarga saja, karena selama ini hasil survei bahwa kedekatan emosional antara anak dan orangtua itu berkurang, jadi biarkan berwisata dengan keluarga saja,” katanya.

Sekolah tidak punya kewajiban untuk memberangkat piknik, karena menurut Uswatun, sekolah merupakan laboratorium pendidikan yang mengajarkan tentang hard skill dan soft skill.

“Kurikulum itu adalah hutang sekolah kepada orang tua dan disitu tidak ada hutang untuk memberangkatkan piknik, itu tidak ada,”katanya.

Kendati demikian, Uswatun menyebut bila pembelajaran diluar sekolah (outing class) masih bisa dilaksanakan dan harus bersifat tanpa biaya. Pelaksanaannya juga harus dilakukan ke tempat-tempat pembelajaran.

“Ketika sekolah mampu menganggarkan biayanya operasional baik BOS maupun BOP, bisa dilakukan secara free. Misalnya ke museum Ranggawarsita ini kan nggak terlalu mahal atau ke Kota Lama itu kan tempat-tempat outing class pembelajaran,” pungkasnya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version