Takut Ganggu Investasi, Pj Bupati Pati Tolak Setujui Batasan Dana CSR

Pj Bupati Pati, Henggar Budi Anggoro. (Arif Febriyanto/Lingkarjateng.id)

Pj Bupati Pati, Henggar Budi Anggoro. (Arif Febriyanto/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Corporate Sosial Responsibility (CSR) masih terkatung-katung lantaran belum adanya kesepakatan antara pihak eksekutif dan legislatif.

Penjabat (Pj)Bupati Pati, Henggar Budi Anggoro, mengaku tak setuju jika nilai persentase pembagian laba dana CSR harus dibatasi. Sementara anggota DPRD Pati berpendapat batas minimal CSR harus ditentukan sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2011 mengenai pengentasan kemiskinan, yang di dalamnya mengarah ke upaya pengentasan kemiskinan, penanganan stunting, lembaga pendidikan, kebudayaan dan UMKM dan lainnya.

Henggar menyebut jika besaran CSR ditetapkan 2% bisa berpengaruh terhadap keran investasi di Kabupaten Pati. Pasalnya, nilai tersebut cukup besar dan sudah seharusnya tidak diberikan batas minimum bagi perusahaan untuk memberikan dana CSR.

“Saya kira tidak ada masalah. Apa masalahnya? Justru itu nanti bisa menurunkan investasi yang ada di sini,” ucap Henggar saat dikonfirmasi pada Selasa, 17 Oktober 2023.

Pernyataan Pj Bupati ini sangat disesalkan oleh Panitia Khusus (Pansus) Raperda CSR. Ketua Pansus, M. Sukarno berharap segera ada kesepakatan terkait besaran dana CSR. Jikalau eksekutif tidak menghendaki 2%, pihaknya siap jika diturunkan lagi menjadi 1,5%.

Polemik Raperda CSR! Eksekutif Tak Kunjung Setuju, Mantra Desak Pemkab Pati Transparan

Menurut Sukarno, dengan adanya Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur besaran dana CSR, dewan selaku wakil rakyat bisa memberikan arahan terkait penggunaan dana tersebut untuk kemaslahatan masyarakat Pati.

“Makanya kita buat Raperda itu, supaya jelas ada batasan minimal CSR. Sehingga nanti sewaktu-waktu dewan bisa memanggil perusahaan itu jika tidak memenuhi kewajibannya,” jelas Sukarno.

Seperti yang diketahui, pembahasan soal Raperda CSR ini tersendat akibat tidak adanya titik temu antara legislatif dan eksekutif terkait besaran batas CSR. Legislatif ingin ada batasan yang diatur dalam perda, sementara eksekutif ingin tidak ada batasan.

Tersendatnya Raperda CSR ini juga mendapat tanggapan dari Ketua ormas Masyarakat Penjaga Nusantara (MANTRA), Cahya Basuki. Pihaknya mendesak agar Pj Bupati sebagai pimpinan Pemkab Pati bersikap transparan sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

“Selama ini masyarakat nggak tahu, berapa besaran dana CSR dari Perusda dan perusahaan-perusahaan di Pati ini yang disetor ke Pemkab. Berapa totalnya dan dipakai buat apa? Masyarakat berhak tahu soal itu, dong!” tegas Ketua Umum Mantra Cahya Basuki saat ditemui di Gedung DPRD pada Senin, 16 Oktober 2023.

Pria yang terkenal dengan sebutan Yayak Gundul itu mengatakan bahwa dana CSR yang disetor oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat, justru tak diketahui masyarakat karena Pemkab pun tidak terbuka akan hal itu.

“Karena itu kita harus benar-benar mengawal, sebetulnya CSR di Pati ini ada berapa sih? Contoh saja, kayak Bank Jateng di Pati. Satu tahunnya CSR sampai RP 1,9 miliar. Bayangkan itu baru satu perusahaan. Padahal di Pati ini banyak perusahaan. Berapa miliar yang terkumpul? Dan buat?” ujarnya.

Dijelaskan Yayak, kalau peruntukan CSR benar untuk masyarakat, maka masyarakat berhak tahu besaran dana CSR ini dan digunakan untuk apa saja.

“Kalau benar peruntukannya untuk membantu masyarakat Pati, apa bentuknya? Sudah disalurkan atau belum? Penyalurannya dalam bentuk apa?” jelasnya.

4 Kali Bahas Raperda CSR, DPRD Pati Sukarno Sebut Belum Ada Titik Temu

Persoalan misteri CSR Pati ini menurut Yayak, bukan baru setahun dua tahun, tapi bertahun-tahun.

“Ini bukan bertahun-tahun, tapi sudah 10 tahun lebih. Saking nggak jelas. Karena masyarakat ini tak pernah dengar di Pati ini dapat CSR. Bentuknya seperti apa. Oleh sebab itu, kita harus mengawal. Karena salah satu manfaat CSR ini kan meringankan pemerintah dalam menyejahterakan rakyat,” lanjut Yayak.Pihaknya mempertanyakan, pengawasannya kepada siapa. Untuk itu, ia berharap ada transparansi dana CSR yang bisa diakses publik.

“Mantra berharap, Pemkab harus transparan lah. Di Pati ini ada berapa sih CSR dari perusahaan-perusahaan ini. Kalau memang Pemkab peduli dengan masyarakat Kabupaten Pati tentunya harus terbuka manfaat pemakaiannya. Terbuka dan tentunya harus ada pengawasan,” tegasnya.

Ia pun meminta Pj Bupati bersikap tegas dalam mengawal Raperda CSR. Karena menurutnya, Dewan sudah beritikad baik untuk menyelesaikan Raperda CSR melalui Pansus yang telah terbentuk. Sementara, sikap eksekutif yang alot, terkesan mengulur-ulur waktu.

“Saya ucapkan terima kasih kepada DPRD Pati yang mengawal hal ini. Luar biasa, karena berani membuat Raperda CSR Pati. Ini luar biasa dan wajib kita bantu, karena DPRD memberi langkah yang sangat tepat. Pj Bupati juga harus siap dong mengawal Raperda ini biar jelas. Bagaimana dia bisa membangun Pati, wong CSR saja nggak jelas. Bank Jateng ini memberi CSR ke Pemkab sampai Rp 1,9 miliar itu untuk apa? Ini aja dulu harus jelas. Kalau nggak jelas, kok ngomong peduli sama warga Pati, apa buktinya?” kata Yayak.

Polemik Raperda CSR ini seakan benang kusut yang tak kunjung usai. DPRD Pati dan Pemkab Pati berseberangan pendapat dalam pembahasan dalam Raperda CSR. Kondisi ini membuat Raperda CSR tidak jelas nasibnya, meskipun telah ditarget sah tahun ini. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version