Nekat Mangkal di Zona Merah, PKL Alun-Alun Pati Mulai Dipantau

POTRET: Tampak posko Satpol PP di sisi barat Alun-Alun Pati yang digunakan untuk memantau dan menertibkan PKL yang nekat berjualan di zona merah, Rabu, 15 Mei 2024. (Setyo Nugroho/Lingkarjateng.id)

POTRET: Tampak posko Satpol PP di sisi barat Alun-Alun Pati yang digunakan untuk memantau dan menertibkan PKL yang nekat berjualan di zona merah, Rabu, 15 Mei 2024. (Setyo Nugroho/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id Kawasan Alun-Alun Simpang Lima Pati merupakan salah satu zona merah atau harus steril dari pedagang kaki lima (PKL). Beberapa waktu terakhir, sejumlah PKL bandel nekat menggelar lapak di kawasan tersebut.

Alhasil, Satpol PP Pati mendirikan posko untuk mengatasi pedagang kaki lima yang mangkal di zona merah.

Berdasarkan pantauan pada Rabu, 15 Mei 2024 malam, PKL yang biasanya mangkal di sisi barat Alun-Alun, pindah ke sisi timur menjajakan aneka makanan, minuman, dan mainan anak-anak.

Kepala Satpol PP Kabupaten Pati, Sugiyono membernarkan bahwa pihaknya memang mendirikan posko untuk mencegah PKL bandel berjualan di sisi barat Alun-alun Pati.

“Kami putuskan buat posko di sana supaya alun-alun bersih,” ungkap Sugiyono.

Merasa Dirugikan, PKL Alun-Alun Kembangjoyo Ancam Balik ke Simpang Lima Pati

Sugiyono mengatakan hal itu juga dilakukan untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pati Nomor 13 tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL.

Dalam perda tersebut, zona merah yang menjadi larangan bagi PKL yakni Jalan Tunggulwulung, Jalan Diponegoro, Jalan Kembangjoyo, Jalan Panglima Sudirman, Jalan Pemuda, dan kawasan Alun-Alun Pati. 

Berdasarkan aturan tersebut, PKL dilarang berjualan di zona merah untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan lingkungan.

“Jadi kumuh juga karena paginya kotor, banyak sampah. Lalu tanaman hias banyak yang rusak karena disiram kopi dan air panas,” ucapnya.

Sugiyono menyampaikan para petugas membagi personel Satpol PP untuk berjaga di posko dalam tiga sif, yakni pagi, sore, dan malam hari.

“Jangka waktu pendirian posko tidak ada batasannya. Personel yang berjaga kami maksimalkan dan bagi dalam tiga sif,” sambungnya.

Di sisi lain, PKL penjual sate madura yang pernah terjaring dalam penertiban, Irfan, mengatakan bahwa dirinya berjualan di Alun-alun Pati lantaran pembelinya lebih banyak. Ia harus mengais rejeki di alun-alun untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

“Sebagai rakyat kecil saya butuh berjualan. Sebab saya harus biayai anak sekolah dan kebutuhan rumah tangga. Sementara saya tidak punya gaji bulanan. Iya kalau ada bantuan tiap bulan, kalau tidak, mau makan apa?” ujarnya.

Irfan berharap, Pemkab Pati memberikan solusi bagi PKL agar bisa berjualan di lokasi strategis.

“Kalau tidak boleh di alun-alun, mungkin bisa masjid ke barat atau di mana lah. Tapi jangan dikasih tempat sepi seperti di Kembang Joyo,” tandas dia. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version