PATI, Lingkarjateng.id – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati mengaku telah berhenti memasukkan data guru honorer ke dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Sekretaris Disdikbud Kabupaten Pati Paryanto mengatakan, kebijakan itu diambil untuk menekan jumlah guru honorer yang saat ini membludak dan menuntut diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Padahal, kata dia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pati tak mampu untuk mengakomodir tuntutan tersebut.
“Semuanya tergantung pada anggaran kemampuan keuangan daerah. Kami di Disdikbud akan selalu memperjuangkan. Tapi kami juga membatasi tenaga baru yang masuk, biar yang sudah ada diselesaikan dulu. Jangan nambah dulu,” ujar Paryanto di Pati, belum lama ini.
Kendati demikian, pihaknya menyatakan bahwa sekolah-sekolah di Kabupaten Pati masih sangat membutuhkan guru-guru honorer.
“Karena kebutuhannya masih banyak. Jumlah guru yang harus diangkat cukup banyak, kekurangannya juga cukup banyak. Namun ini sudah sebanding apa yang di Dapodik,” jelasnya.
Berdasarkan data yang disampaikan, jumlah guru tidak tetap (GTT) yang sudah terekam di Dapodik sebanyak 698 orang. Jumlah tersebut belum ditambah guru honorer yang belum terdata di Dapodik.
“Kemudian tenaga administrasi totalnya tadi 945, tenaga harian lepas (THL)-nya 289. Nah kekurangan ASN itu 1.869. Kalau kekurangan guru itu 1.302. Tapi sudah ditutup dengan guru non-PNS yang jumlahnya 567 yang terekam di Dapodik,” imbuhnya.
Menurutnya, kebijakan untuk berhenti memasukkan data guru honorer ke dalam Dapodik akan terus dilakukan hingga peraturan baru dari Pemerintah Daerah (Pemda) turun. Supaya semua guru honorer yang terdaftar di Dapodik bisa diangkat menjadi PPPK.
“Kalau sudah distop nunggu aturan yang baru, ‘kan sekarang sudah tidak boleh menambah tenaga non-ASN,” tuturnya.
Guru ASN Tuntut Diikutkan PGG
Di sisi lain, para guru yang sudah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Pati masih ada yang belum mempunyai Sertifikat Pendidik (Serdik). Oleh karena itu, mereka menuntut untuk diikutkan dalam Program Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru wajib mengantongi Sertifikasi Pendidik (Serdik) sebagai bukti telah menjadi guru profesional. Sertifikasi tersebut bukan sekadar untuk mendapat tunjangan sertifikasi guru sebesar satu kali gaji pokok tetapi juga sebagai pengakuan dari pemerintah sebagai guru legal.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati Paryanto mengatakan, para guru ASN belum berserdik menuntut untuk segera diikutkan dalam Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan. Namun tuntutan tersebut terhambat oleh kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pati yang terbatas.
“Tidak hanya guru tidak tetap (GTT), tapi juga ada teman-teman yang sudah jadi ASN. Mereka menuntut untuk sertifikasi. Tapi kembali lagi, semuanya adalah tergantung pada anggaran. Kemampuan keuangan daerah. Kami di Disdikbud Pati akan selalu memperjuangkan,” ujar Paryanto.
Saat ini, kata dia, guru yang ingin ikut PPG dalam jabatan harus mengantre terlebih dahulu.
“Mereka harus menunggu bertahun-tahun untuk bisa mendapatkan serdik. Supaya antreannya tidak panjang, pemerintah daerah juga diminta untuk membantu membiayai Diklat PPG. Ini juga perlu kita perhatikan,” jelasnya.
Di Kabupaten Pati sendiri, lanjut dia, guru ASN yang belum mengantongi serdik telah mengajar di beberapa mata pelajaran (mapel) dan ada juga yang menjadi guru kelas di sekolah.
“Tidak hanya guru PAI, guru kelas, guru mapel secara keseluruhan ‘kan harus dipikirkan secara proporsional dengan kemampuan keuangan daerah,” tegasnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Lingkarjateng.id)