Masyarakat Pati Tolak Pilkada Lawan Kotak Kosong

LSM BLN Pati

SOLID: LSM BLN Pati foto bersama di depan ruang rapat paripurna DPRD Pati belum lama ini. (Arif Febriyanto/Lingkarjateng.id)

PATI, Lingkarjateng.id – Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengatasnamakan Barisan Lembaga Nusantara atau LSM BLN menolak keras kotak kosong pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada Serentak 2024.

Menurut Juru Bicara LSM BLN Mohammad Chundori, lawan kotak kosong hanya akan mematikan kehidupan demokrasi di Kabupaten Pati. Sebab, masyarakat hanya bisa memilih satu sosok pemimpin dan tidak ada pilihan lain.

Jika itu benar-benar terjadi, Chundori menyebut ada kepentingan golongan yang membuat salah satu pasangan calon dijegal di awal sebelum berperang.

“Kami jelas sangat menyayangkan jika memang seandainya terjadi fenomena lawan kotak kosong. Karena jelas akan mencederai proses demokrasi di Kabupaten Pati. Yang mana proses Pilkada tidak mampu melahirkan pemimpin yang berkualitas. Seolah suara warga Pati hanya diwakili oleh ketua umum partai politik dan jelas itu membuat kami kecewa sekali,” tegasnya pada Minggu, 11 Agustus 2024.

Kekhawatiran muncul kotak kosong makin ramai diperbincangkan lantaran baru ada dua partai politik yang memberikan rekomendasi untuk bakal calon Bupati Pati. Dan itu pun ditujukan pada satu calon, yakni Sudewo. Parpol itu adalah Gerindra dan NasDem. Sementara parpol lain belum jelas akan merekomendasikan siapa.

Sementara itu, Ketua The Constitutional Democracy Initiative (CONSID) Kholil Pasaribu mengatakan bahwa wacana calon tunggal pada Pemilihan Kepala Daerah 2024 mengabaikan aspirasi masyarakat yang menginginkan banyaknya calon kepala daerah.

“Kooptasi (bentuk kerja sama, red) kehendak politik rakyat oleh elite partai politik tersebut sesungguhnya merampas hak masyarakat untuk mendapatkan calon kepala daerah yang terbaik, dan banyak untuk dipilih, dan nantinya akan memimpin daerah mereka setidaknya lima tahun ke depan,” kata Kholil Pasaribu dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada Minggu, 11 Agustus 2024.

Berikutnya, kata dia, calon tunggal pada pilkada akan merusak hakikat pemilihan tersebut yang mensyaratkan adanya kontestasi yang setara dan adil di antara kontestan.

Menurut dia, pilkada tanpa kontestasi merupakan kebohongan yang dibalut dengan tata cara dan prosedur demokrasi.

“Ketiga, partai politik semakin kehilangan kecerdasan, kemandirian dan independensinya dalam mengelola organisasi politiknya. Partai politik sebagai rumah produksi calon pemimpin daerah, dan negara menjadi kehilangan peran dan fungsinya sama sekali,” ujarnya.

Terakhir, kata Kholil, sikap elite partai politik yang mendukung calon tunggal diperkirakan akan merusak masa depan demokrasi.

Ia berpendapat bahwa calon tunggal pilkada menjadi pilihan karena tingginya persentase syarat pencalonan kepala daerah, yakni 20 persen jumlah kursi atau 25 persen jumlah suara sah dari Pemilu 2024.

“Hal itu sesuatu yang mungkin untuk diatasi. Partai politik dapat melakukan revisi terbatas terkait syarat pencalonan yang ada dalam Undang-Undang Pilkada. Hanya saja, pilihan ini tidak mau dilakukan karena bagi partai politik, bergabung secara bersama-sama dengan partai lain jauh lebih menguntungkan, terutama bagi partai yang tidak memiliki kader yang layak dijual,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan data yang dihimpun, sejak Pilkada 2015, tren kenaikan calon tunggal terus meningkat.

“Pada Pilkada 2015 terdapat tiga calon tunggal, Pilkada 2017 terdapat sembilan calon tunggal, Pilkada 2018 terdapat 16 calon tunggal, dan Pilkada 2020 terdapat 25 calon tunggal. Dari 53 kasus calon tunggal yang ada, hanya satu calon yang pernah mengalami kekalahan. Artinya, peluang kemenangan calon tunggal pada Pilkada sangat tinggi, mencapai 98,11 persen,” jelasnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto/Anta – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version