PATI, Lingkarjateng.id – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUTR) Kabupaten Pati mengaku kesulitan mengontrol alih fungsi kawasan pertanian menjadi kawasan permukiman.
Kepala Bidang (Kabid) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPUTR Pati, Endang Sri Hardiati, mengatakan bukan hal mudah mengontrol alih fungsi kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B) menjadi kawasan lain. Hal ini seiring dengan berkembangnya zaman, peningkatan jumlah penduduk dan Pembangunan kawasan permukiman.
“Dibangun rumah, mereka tidak melakukan perizinan. Kalau mereka tidak izin kita tidak tahu. Kalau masuk LP2B (lahan pertanian pangan berkelanjutan) kita tidak akan pernah mengeluarkan izin alih. Sudah ketetapan dari BPN (Badan Pertanahan Nasional), kita dan semuanya. Bupati saja intervensi tidak berani, DPRD tidak berani,” bebernya.
Kendala lain yang dihadapi untuk mempertahankan luas KP2B, kata Endang, yakni pembaruan peta KP2B menggunakan satelit terhitung mahal. Selama ini DPUTR Pati mengandalkan Badan Informasi Geospasial (BIG).
Oleh karena itu, Endang menilai pengawasan KP2B yang dialihfungsikan menjadi permukiman penduduk dengan hanya mengandalkan update dari BIG dirasa tidak maksimal.
“Pengadaan peta setiap tahun juga tidak dimungkinkan, karena mahal. Kita mintanya di BIG pusat, kalau dia punya data kita minta. Kalau tidak punya, ya, kita pengadaan sendiri. Tapi, ya, itu tadi mahal, karena citra satelit itu pakai teknologi satelit, mahal,” bebernya.
Endang juga menyebutkan terdapat kemungkinan pengurangan luas KP2B rencana tata ruang tahun 2021 – 2023. Pasalnya, data yang digunakan saat perncanaan menggunakan data peta satelit yang diperbarui pada akhir 2017 sedangkan penerapannya baru di tahun 2021.
“Kesulitannya di perencanaan, ini ‘kan dilaksanakan petanya pakai 2017 dulu yang ditetapkan di rencana tata ruang itu 2021, tadinya satelit yang dipakai itu kan sebelumnya, nah jeda antara penggunaan sumber peta sampai ke penetapan itu mungkin ada aktivitas. Tidak mengetahui dia sudah berubah atau belum,” tandasnya.
DPUPR Pati mencatat, kawasan KP2B yang ditetapkan dalam rencana pembangunan daerah pada 2021 hingga 2030 terdapat 56.881,29 hektare. Jumlah tersebut terbagi menjadi Kawasan Perkebunan (LCP2B) seluas 26.65,17 hektare dan Kawasan Tanaman Pangan (LP2B) seluas 54.216,12 hektare.
Penurunan luas KP2B ini juga berimbas menurunnya usaha dan rumah tangga pertanian. Pada tahun 2013, unit usaha pertanian mencapai 226 ribu, turun menjadi 191 ribu pada tahun 2023. Sedangkan untuk rumah tangga pertanian pada tahun 2013 mencapai 189.987. Namun di tahun 2023 turun menjadi 185.620. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Lingkarjateng.id)