KUDUS, Lingkarjateng.id – Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus rutin mengadakan kegiatan orientasi bagi para kader posyandu dari sembilan kecamatan. Kegiatan tersebut diadakan dalam rangka memberikan pelatihan keterampilan kompetensi dasar bagi para kader posyandu.
Pelatihan keterampilan ini diharapkan mampu mempercepat penanganan stunting di Kudus. Selain itu juga bisa membantu mewujudkan Kudus sebagai Kabupaten/Kota Sehat, menurunkan kasus gizi buruk serta menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).
Kepala Seksi (Kasi) Kesehatan Keluarga dan Gizi pada DKK Kudus, Muslimah menyampaikan, kader posyandu saat ini dituntut 25 poin kompetensi dasar. Di antaranya seperti terkait perkembangan tentang ibu hamil, ibu menyusui, pemantauan pertumbuhan dan penggunaan alat antropometri.
“Jadi kader posyandu saat ini harus bersertifikat. Ini program baru dari Kemenkes yang ada hubungannya dengan transformasi kesehatan,” ucapnya.
Ia menjelaskan transformasi kesehatan yaitu adanya posyandu integrasi layanan primer, yakni berorientasi memberikan layanan kepada siklus kehidupan.
“Ke depan harapannya posyandu itu bisa jadi satu untuk memantau kesehatan mulai dari ibu hamil, bayi, remaja, usia produktif, hingga lansia,” sebutnya.
Pemegang Program Gizi pada DKK Kudus Susma Rianti Kurniasih menambahkan, kader posyandu juga dilatih untuk bisa membaca berat badan atau arah pertumbuhan bayi yang ada di buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Jika ada bayi yang tidak mengalami kenaikan berat badan, kader posyandu bisa merujuk ke puskesmas.
“Jadi kalau ada indikasi underweight, balita gizi buruk atau stunting, bisa diberikan intervensi secara maksimal,” katanya.
Oleh karena itu, para kader posyandu pun dilatih untuk bisa menggunakan alat antropometri. Bahkan, DKK Kudus telah mengucurkan anggaran sekira Rp 7 miliar untuk pengadaan alat antropometri.
Alat ini berfungsi untuk mengukur dimensi tubuh manusia. Pihaknya telah mengadakan sekira 694 alat antopometri tahun ini.
“Alat ini dibagikan ke seluruh posyandu di sembilan kecamatan. Jadi tahun ini semua posyandu sudah menggunakan alat ini untuk mengukur bayi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, alat antropometri ini di antaranya digunakan seperti untuk mengukur panjang badan bayi, tinggi badan, berat badan, babyscale, lingkar lengan atas, dan lingkar kepala bayi.
“Pengukuran ini nantinya digunakan untuk menentukan status gizi balita,” sebutnya.
Susma menerangkan, dengan menggunakan alat antropometri ini, bayi akan diklasifikasikan ke dalam tiga hal, yakni berdasarkan berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur, dan berat badan menurut tinggi badan.
“Standarnya sudah ada di buku KIA untuk kenaikan berat badan normal pada bayi. Jadi bisa dipantau di buku KIA jika berat badan anak belum ada kenaikan,” ujarnya. (Lingkar Network | Nisa Hafizhotus Syarifa – Koran Lingkar)