Cegah Korupsi, KPK Minta Para Istri Kades di Kudus Awasi Gaji Suami

Ketua Satgas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Wilayah III-1 KPK RI, Maruli Tua Manurung, saat memberikan arahan pencegahan korupsi di Pendopo Kudus pada Kamis, 18 Juli 2024. (Mohammad Fahtur Rohman/Lingkarjateng.id)

KUDUS, Lingkarjateng.id – Ketua Satgas Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK RI Maruli Tua Manurung mengajak istri-istri kepala desa (kades) di Kabupaten Kudus menjadi Keluarga Penyuluh Antikorupsi (Kepak) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah guna mencegah korupsi.

“Itu sistem penguatan yang sedang kami bangun guna mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di berbagai lini dengan menjadi Kepak KPK di rumah,” kata Maruli Tua Manurung saat memberikan pembinaan terhadap kepala desa yang baru menerima surat keputusan (SK) perpanjangan masa jabatan jadi delapan tahun di Pendopo Kabupaten Kudus pada Kamis, 18 Juli 2024.

Untuk itulah, kata dia, istri atau suami dari kepala desa juga harus mengetahui jumlah gaji yang diterima pasangannya yang menjadi kepala desa sehingga bisa ikut mengawasi.

Maruli mengingatkan ketika istri/suami kepala desa sayang terhadap pasangannya yang menjabat pemimpin di desa, harus berani cerewet ketika pasangannya menerima gaji yang melebihi ketentuan.

Menurut dia, harus ditanyakan uang yang diterima lebih dari sebelumnya uang dari mana. Hal ini sebagai upaya mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Selain itu, kata dia, istri juga tidak boleh menjerumuskan suaminya untuk bertindak melanggar aturan karena sudah banyak terjadi kasus korupsi yang melibatkan kepala desa. Bahkan, korupsi yang dilakukan oleh anggota keluarga.

Ia berharap keluarga bisa menjadi benteng di rumah karena sekali terjeblos dalam tindak pidana korupsi, penyesalannya tidak terbayangkan.

“Kami juga meminta pihak Inspektorat Daerah untuk memperkuat pengawasan dalam penggunaan dana yang dikelola oleh pemerintah desa,” ucapnya.

Apalagi, kata dia, kekuasaan dan kewenangan cenderung korup dan memiliki risiko terhadap tindak pidana korupsi, terlebih masa jabatan kepala desa saat ini luar biasa karena mencapai 8 tahun.

Jika selama menjadi kepala desa membutuhkan biaya yang besar, dia mengingatkan kepada mereka untuk mengikhlaskan bahwa hal itu merupakan upaya perjuangan melayani masyarakat. Demikian halnya, ketika ada sponsor, juga diminta mengikhlaskan karena diawasi oleh KPK.

Sebagai kepala desa, kata dia, tidak sekadar menjadi kepala desa, tetapi harus menjadi teladan dan pelayan publik.

“Sebagai pelayan masyarakat, harus bisa melayani dengan sepenuh hati dan mempermudah sesuatu yang sulit menjadi mudah,” ujarnya. (Lingkar Network | Mohammad Fahtur Rohman – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version