Pagelaran Wayang “Bangun Taman Maerokoco” Jadi Pamungkas Merti Desa Bebengan Kendal

PERTUNJUKAN: Pagelaran wayang kulit di halaman Balai Desa Bebengan, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal pada Selasa, 22 Mei 2024. (Arvian Maulana/Lingkarjateng.id)

PERTUNJUKAN: Pagelaran wayang kulit di halaman Balai Desa Bebengan, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal pada Selasa, 22 Mei 2024. (Arvian Maulana/Lingkarjateng.id)

KENDAL, Lingkarjateng.id – Lakon wayang “Bangun Taman Maerokoco” dengan Dalang Tri Agus Gondo Saputro menjadi penutup rangkaian kegiatan Merti Desa Bebengan, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal pada Selasa, 22 Mei 2024 malam.

Kegiatan merti desa dilaksanakan selama dua hari 21 dan 22 Mei 2024, yang berlokasi di Pendopo Makam Sunan Bromo dan di Balai Desa Bebengan. 

“Untuk rangkaian acaranya sendiri dilaksanakan sejak tanggal 20 Mei 2024 hingga 21 Mei 2024,” ujar Ketua panitia, Teo Satria Wicaksono. 

Pada hari pertama, pihak desa menggelar pengajian di makam Sunan Bromo Desa Bebengan, dilanjutkan dengan mujahadah, dan setelah itu pagelaran wayang kulit dengan lakon “Wahyu Kamulyan”. 

“Kemudian, puncak kegiatan digelar kembali pagelaran wayang kulit semalam suntuk di area Balai Desa Bebengan dengan lakon “Bangun Taman Maerokoco” yang dibawakan dalang Tri Agus Gondo Saputro,” jelasnya. 

Teo menyampaikan bahwa kegiatan merti desa  rutin dilaksanakan oleh masyarakat Desa Bebengan sejak puluhan tahun lalu. 

“Tentu ini adalah kegiatan rutin yang dilaksanakan turun menurun yang bertujuan untuk gotong royong atau kebersamaan yang tentunya ini merupakan budaya yang adiluhung dan harus dipertahankan,” ujarnya.

Kegiatan merti desa Bebengan ini mendapatkan apresiasi dari Camat Boja, Sunarto. Menurutnya, kegiatan merti desa selain bertujuan untuk nguri-uri budaya dan kearifan lokal juga sebagai sarana dalam menggeliatkan kembali sektor perekonomian di Kecamatan Boja, khususnya UMKM di Desa Bebengan.  

“Kami dari pihak Kecamatan Boja berterimakasih dengan pihak Desa Bebengen yang rutin menggelar merti desa, karena kegiatan ini juga sebagai upaya nguri-uri budaya kita, budaya jawa yang adiluhung,” pungkas Sunarto. (Lingkar Network | Arvian Maulana – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version