KENDAL, Lingkarjateng.id – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kendal tengah meminta klarifikasi terhadap delapan orang, termasuk pejabat instansi, yang diduga melakukan pelanggaran netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
“Kami telah melakukan melakukan penelusuran terkait informasi awal adanya pengumpulan kader posyandu di River Walk Boja, dan hari ini kami melakukan pemanggilan terhadap beberapa pihak, ada delapan orang yang akan kami minta klarifikasi.” ujar Ketua Bawaslu kendal, Hevy Indah Oktaria, pada Kamis, 21 November 2024.
Hevy menambahkan bahwa delapan orang yang dimintai klarifikasi adalah pihak-pihak yang diduga terkait secara langsung maupun tidak secara langsung dalam dugaan kasus pelanggaran netralitas.
“Delapan orang ini dari yang terlibat langsung dan tidak ya, yaitu terdiri dari kepala puskesmas, kemudian ada relawan yang melakukan kampanye dan pejabat dari dinas terkait,” imbuhnya.
Berdasarkan pantauan di Kantor Bawaslu Kendal, saat ini tengah hadir Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal yang masih memberikan klarifikasi.
“Saat ini sudah datang tiga orang dari kepala puskesmas, yaitu Puskesmas Singorojo 2, Boja 1, Limbangan, dan kami masih menunggu sampai sore pihak-pihak yang kita panggil,” ujarnya.
Hevy mengungkapkan bahwa informasi mengenai hasil klarifikasi hari ini belum dapat disampaikan. Pihaknya akan menyampaikan hasil klarifikasi tersebut setelah diputuskan bersama dengan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
“Jadi nanti dari hasil klarifikasi ada unsur pidana maka hasil ini akan kami naikkan ke rapat Sentra Gakkumdu. Ketika terbukti atau terdapat dugaan bukti-bukti yang menguatkan ada unsur pidana yang dilanggar, maka akan dinaikkan menjadi penyidikan,” katanya.
Hevy mengungkapkan bahwa selain dugaan pelanggaran netralitas ASN, terdapat unsur pidana yang dapat menjerat terduga pelanggar yakni terkait penyalahgunaan fasilitas negara.
“Yaitu unsur pidananya adalah penyalahgunaan fasilitas negara, dalam pasal 69 UU Pemilihan yang mana dalam kampanye dilarang menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah,” ucapnya.
“Selain itu juga pasal 187 ayat 3 UU Pemilihan yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye Pemilihan Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000 atau paling banyak Rp 1.000.000,” imbuhnya.
Ia juga mengimbau kepada ASN, TNI, dan Polri agar tidak melanggar netralitas sebagaimana dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang hari pemungutan suara.
“Kami menghimbau kepada seluruh pihak, yang dilarang untuk tidak berkampanye, jangan melakukan pelanggaran, ditambah lagi ada keputusan MK 136, yang diperjelas bahwa pejabat daerah, TNI, Polri, dan ASN, kepala desa, berharap agar menjelang pemungutan suara tidak ada lagi pelanggaran,” tandasnya. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Lingkarjateng.id)