JEPARA, Lingkarjateng.id – Ratusan anggota Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) menggelar aksi damai di depan Pengadilan Negeri (PN) Jepara untuk menuntut restorative justice, pada Selasa, 7 November 2023.
Koordinasi Lapangan (Korlap) Dian Firmansyah mengungkapkan bahwa aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas dan pengawalan kepada anggotanya yang terlibat dalam kasus pengeroyokan di Desa Rajekwesi, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada 8 Oktober 2023.
“Kemarin kita sudah melakukan mediasi dengan pihak keluarga korban atau pelapor tapi sampai saat ini kok belum ada restorative justice bisa keluar. Itu tuntutan kami,” ujar Dian saat ditemui di sela aksi damai.
Ia mengatakan, kuasa hukum tersangka sudah melakukan usaha praperadilan. Pihaknya pun menuntut agar restorative justice bisa keluar secepatnya.
Tewas karena Diduga Mencuri, Polisi Buru Pelaku Amuk Masa di Jepara
“Sudah ada kesepakatan damai tapi kenapa kasus masih dilanjutkan,” ucapnya.
Diketahui, sebelumnya seorang pemuda warga Desa Banjaran, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara tewas setelah dikeroyok oleh sejumlah warga di Desa Rajekwesi, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara.
Korban diduga mencuri alat pertukangan milik warga dan kemudian dikeroyok hingga akhirnya korban meninggal dunia.
Pada 23 Oktober 2023, makam korban di Desa Banjaran sempat dibongkar polisi untuk dilakukan autopsi dan ditemukan banyak luka di tubuh korban. Saat ini, polisi telah mengamankan empat orang tersangka dalam kasus pengeroyokan tersebut.
Sebelumnya, Satreskrim Polres Jepara telah menetapkan tersangka S yang diduga satu dari sekian banyak orang yang melakukan pengeroyokan.
“Kejadian ini dilatarbelakangi adanya sebuah pencurian, kemudian terjadi amuk massa di Desa Rajekwesi, Mayong pada 8 Oktober 2023 kemarin,” kata penasihat hukum tersangka, Kusmanto saat ikut mengawal proses otopsi terduga pelaku pencurian di Desa Banjaran, Bangsri, Jepara, Senin, 23 Oktober 2023.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Jepara AKP Ahmad Masdar Tohari mengatakan autopsi terhadap korban yang tewas akibat dikeroyok di Desa Rajekwesi, Mayong dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian.
“Awalnya (keluarga) tidak ingin diautopsi, namun untuk mengetahui sebab pasti kematian korban maka harus diautopsi,” ucap AKP Ahmad Masdar Tohari yang turut hadir di lokasi autopsi saat itu. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Koran Lingkar)