Partisipasi Pemilih Pilkada di Jepara Anjlok, Dewan Sentil Pemkab

Rakor pasca Pilkada di Jepara

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Jepara, Junarso (dua dari kiri), saat menghadiri rapat koordinasi menjaga kondusifitas pasca Pilkada antara Forkopimda dengan Forkopimcam Se-Kabupaten Jepara di salah satu restoran di Bandengan pada Kamis, 5 Desember 2024. (Tomi Budianto/Lingkarjateng.id)

JEPARA, Lingkarjateng.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jepara menyoroti rendahnya partisipasi pemilih, dugaan politik uang, hingga dugaan pelanggaran netralitas dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 di wilayah setempat.

“Pilkada 2024 berhasil dilaksanakan secara kondusif, tapi dengan keprihatinan. Saya harap catatan negatif ini bisa kita kelola sebaik mungkin agar pada tahun 2029 mendatang, sudah tidak terdengar lagi money politic hingga isu terkait netralitas,” kata Wakil Ketua DPRD Jepara, Junarso, dalam rapat koordinasi menjaga kondusifitas pasca Pilkada bersama Forkopimda dan Forkopimcam se-Kabupaten Jepara pada Kamis, 5 Desember 2024.

Ia pun meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara konsisten mengalokasikan anggaran peningkatan sumber daya manusia (SDM). Hal itu dia yakini berpengaruh pada kedewasaan politik masyarakat sehingga dapat meningkatkan partisipasi pemilih.

“Program yang mengorganisir pemberdayaan masyarakat harus teranggarkan dengan baik. Pembangunan harus dilakukan seutuhnya, dengan keseimbangan fisik dan nonfisik,” kata Junarso.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jepara, Edy Sujatmiko, mewakili Penjabat (Pj.) Bupati Jepara mengatakan bahwa partisipasi masyarakat pada Pilkada turun sebanyak 20 persen. Pada Pemilu dan Pilpres 2024 lalu partisipasi pemilih mencapai angka 85 persen, sedangkan pada Pilkada hanya menyentuh angka 65 persen.

“Penurunan partisipasi pemilih pada Pilkada serentak tahun 2024 di Kabupaten Jepara, tidak hanya tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU). Membentuk masyarakat yang politik adalah pekerjaan rumah bersama,” kata Edy.

Ia menyebut, slogan yak uwik yak obos (tidak ada duit, tidak nyoblos), masih berpengaruh terhadap motivasi pemilih untuk menggunakan suaranya. Pendidikan politik untuk mewujudkan demokrasi yang baik, kata dia, menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama supaya ke depan Pemilu berbiaya murah dapat diwujudkan.

“Ini bukan hanya tanggung jawab KPU. Money politic harus dimitigasi bersama. Karena kalau kita berhasil mewujudkan demokrasi berbiaya murah, itu akan cepat mewujudkan kesejahteraan rakyat,” katanya. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version