Mengenal Masjid Kalugawen Kudus, Saksi Bisu Penjajahan Kolonial Belanda

MASJID KUDUS

TERAWAT: Masjid Kalugawen masih menjaga keaslian bangunan bergaya Jawa-Belanda hingga saat ini. (Alifia Elsa Maulida / Lingkarjateng.id)

KUDUS, Lingkarjateng.id – Keberagaman menyatu secara harmoni di kota kecil, Kabupaten Kudus, yang terkenal dengan Kota Toleransi.

Wujud toleransi keberagaman di Kota Kretek ini tampil dalam bentuk Masjid Menara, salah satu peninggalan Sunan Kudus yang jadi simbol akulturasi budaya Hindu-Islam di kota ini.

Tak hanya Masjid Menara Kudus, Kabupaten Kudus juga memiliki sebuah masjid yang unik dan antik. Orang sekitar menyebutnya dengan nama “Masjid Kalugawen”.

Masjid yang terletak di Dukuh Kalugawen, Desa Janggalan, Kecamatan Kota ini dibangun pada tahun 1929 dan menjadi saksi bisu penjajahan kolonial Belanda di Kudus.

“Dari cerita leluhur, masjid ini dibangun pada masa kejayaan rokok kretek. Seperti diketahui, puncak kejayaan rokok kretek sekitar tahun 1920-1930-an,” kenang Olik, Pengurus Masjid Kalugawen, pada Rabu (10/11).

Pada zamannya, Masjid Kalugawen menjadi salah satu masjid terindah dengan corak khas Jawa-Belanda. Terlihat dari pilar, atap, motif bangunan hingga keramik masjid tersebut. Lengkungan pilar dan desain pintu masjid masih mencerminkan gaya bangunan kolonial Belanda.

Masjid Kalugawen ini, terangnya, memiliki empat pilar utama dengan atap berbentuk joglo yang menunjukkan unsur budaya Jawa. Atap Joglo yang menjadi ciri khas dari rumah adat Kudus inilah yang diadopsi menjadi atap Masjid Kalugawen.

“Lantainya menggunakan ubin motif tekel kunci. Lalu dindingnya dihiasi dengan keramik bermotif Belanda. Di sini, akulturasi budaya Hindia-Jawa masjid ini terasa,” imbuhnya.

Olik mengungkapkan, lantai motif tekel kunci banyak digunakan pada rumah-rumah warga Kudus tempo dulu. Sementara keramik di dinding masjid, diduga merupakan produk import.

Hal ini terlihat dari corak gambar bergaya Eropa, seperti corak bunga Amarilis dan bunga Kakak Tua yang bersandar di dahan yang merupakan motif khas Belanda.

“Ini adalah motif-motif eropa yang diadopsi dan digunakan untuk mengindahkan masjid, menjadi bukti jika masjid ini berdiri di era kolonial,” ungkapnya.

Terpisah, Kepala Desa Janggalan, Noor Azis mengaku bangga bangunan-bangunan kuno di daerahnya masih lestari dengan baik dan bisa menjadi potensi wisata di Desa Janggalan. Keberadaan bangunan-bangunan kuno ini sarat akan nilai seni dan budaya yang diharapkan jadi wadah edukasi masyarakat akan sejarah Kudus tempo dulu.

“Di sini kita punya rumah kuno peninggalan Belanda, rumah Joglo Pencu dan Masjid Kalugawen. Nanti akan kami jadikan Wisata Heritage yang terintegrasi,” tutupnya. (Lingkar Network | Koran Lingkar Jateng)

Exit mobile version