PATI, Lingkarjateng.id – Dalam rangka mendorong optimalisasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 yang telah ditandatangani pada 6 Januari lalu. Adapun isi dari Inpres tersebut menyatakan, kepesertaan BPJS Kesehatan ini menjadi syarat wajib bagi masyarakat untuk dapat mengakses sejumlah layanan publik.
Anggota Komisi B DPRD Pati, Sukarno menyatakan kebijakan pemerintah itu kurang tepat. Karena sejauh ini belum ada tanda-tanda pandemi Covid-19 akan berakhir. Selain itu, keadaan perekonomian masyarakat belum pulih seutuhnya.
“Kebijakan ini kurang tepat karena sangat memberatkan masyarakat yang tingkat perekonomiannya menengah ke bawah. Apalagi pandemi Covid-19 belum ada tanda-tanda berakhir,” ungkapnya belum lama ini.
DPRD Pati Dorong Pelatihan Keterampilan di Desa-Desa
Saat ini, untuk mengikuti program BPJS Kesehatan terbagi menjadi tiga golongan kelas. Untuk kelas pertama besar iuran Rp150.000 per bulan, kelas kedua Rp100.000 per bulan, dan kelas ketiga Rp35.000 per bulan.
Berdasarkan isi dari Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tersebut, sejumlah layanan publik yang mewajibkan masyarakat untuk memiliki kepesertaan BPJS di antaranya, pembuatan paspor, jual beli tanah, ibadah haji dan umrah, permohonan SIM, STNK, dan SKCK, kredit usaha rakyat, izin usaha, serta dalam lingkup lembaga pendidikan dan agama.
“Pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab dari pemerintah. Sehingga masyarakat tidak boleh dibebani dengan mewajibkan keanggotaan BPJS Kesehatan,” tegasnya.
Menurutnya yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendorong optimalisasi program jaminan kesehatan ialah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat ikut program BPJS, bukan malah mewajibkan masyarakat untuk memiliki BPJS dengan ancaman tak dapat mengakses layanan publik.
“Padahal setiap masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan publik. Artinya tidak boleh ada syarat yang memberatkan,” pungkasnya. (Lingkar Network l Sifa – Lingkarjateng.id)