SEMARANG, Lingkarjateng.id – Warga Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng), khususnya di daerah Mojosongo, dihebohkan dengan fenomena hujan es sebesar kelereng yang terjadi pada Senin, 21 Oktober 2024.
Prakirawan Cuaca dari Stasiun BMKG Ahmad Yani Semarang, Winda Ratri, mengatakan bahwa fenomena hujan es bukanlah hal yang baru. Menurutnya, hujan es adalah fenomena yang bisa terjadi pada kondisi tertentu, terutama selama musim peralihan.
“Periode sekarang adalah masa peralihan dari musim kemarau menuju musim penghujan. Pada periode ini, fenomena hujan es memang bisa muncul, meskipun jarang,” kata Winda pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Winda menjelaskan bahwa fenomena hujan es biasanya terjadi akibat pertumbuhan awan cumulonimbus yang tinggi hingga mencapai lapisan atmosfer yang disebut freezing level.
“Hujan es ditandai dengan hujan yang biasanya berbentuk air, namun kali ini turun dalam bentuk butiran es karena pengaruh awan cumulonimbus yang menjulang tinggi hingga freezing level, yaitu lapisan di atmosfer di mana suhu mencapai 0 derajat celsius,” ujarnya.
Lebih lanjut, Winda menerangkan bahwa proses terbentuknya hujan es dimulai dari uap air yang terbawa naik oleh arus udara yang kuat. Udara yang naik dengan cepat itu terdorong hingga mencapai freezing level, di mana suhu di lapisan tersebut berada pada titik beku. Uap air yang terkondensasi di lapisan tersebut kemudian membentuk butiran es kecil.
“Di dalam awan cumulonimbus terdapat tiga partikel utama: air, air super dingin, dan es. Ketika awan tersebut sudah jenuh dan tidak lagi mampu menampung air, butiran es ini ikut turun bersamaan dengan hujan. Meskipun dalam perjalanan ke permukaan bumi sebagian butiran es dapat mencair, tidak semua mencair sepenuhnya, sehingga ketika mencapai daratan, kita dapat menyaksikan fenomena hujan es,” jelasnya.
Menurut Winda, potensi fenomena hujan es bisa terjadi di wilayah lain di Jawa Tengah, tidak hanya di Kota Solo. Hal itu karena belum semua wilayah di Jateng yang memasuki musim penghujan sepenuhnya.
“Masih ada kemungkinan terjadinya hujan es di beberapa daerah. Kita masih berada di masa peralihan, di mana kondisi atmosfer sangat dinamis dan bisa berubah dengan cepat.” imbuhnya.
Ia menerangkan bahwa BMKG terus memantau perkembangan cuaca dan mengeluarkan peringatan dini kepada masyarakat jika terdeteksi adanya potensi cuaca ekstrem seperti hujan es, angin kencang, atau badai petir.
Oleh karena itu, Winda mengimbau kepada masyarakat untuk selalu memperbarui informasi cuaca, terutama saat masa-masa peralihan. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Lingkarjateng.id)