SEMARANG, Lingkarjateng.id – Pemerintah baru saja menetapkan kebijakan baru terkait penyaluran liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) yang kini tidak lagi diperjualbelikan melalui pengecer, melainkan harus melalui pangkalan resmi. Masyarakat yang ingin membeli gas melon kini diwajibkan membelinya langsung di pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina.
Akibat kebijakan ini, sejumlah daerah di Indonesia mengalami kelangkaan LPG bersubsidi atau antrean panjang di pangkalan.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah, Boedyo Dharmawan, menegaskan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan adanya kelangkaan LPG 3 kg di wilayah Jawa Tengah.
“Saya belum dengar kabar di Jawa Tengah tentang kelangkaan gas LPG melon. Kalau di DKI Jakarta memang iya, sampai-sampai menteri turun tangan dan menjadi pembahasan di DPR. Kalau di sini masih selow-selow saja. Dari Pertamina sampai portal aduan juga belum ada laporan,” ujar Boedyo saat ditemui di kantornya pada Senin, 3 Februari 2025.
Boedyo menjelaskan bahwa isu kelangkaan yang beredar di masyarakat tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, yang terjadi saat ini adalah masa transisi penyesuaian kebijakan baru dari pemerintah pusat. Ia juga memastikan bahwa stok LPG bersubsidi di Jawa Tengah dalam kondisi aman.
“Kalau kelangkaan saya jamin tidak ada. Jawa Tengah sendiri memiliki kuota lebih dari satu juta dua ratus metrik ton. Ini baru bulan Januari ke Februari, jadi kalau baru terpakai dua ratus ribu metrik ton, masih ada sejuta tabung. Saya jamin barangnya ada,” jelasnya.
Terkait kebijakan yang mewajibkan pengecer untuk terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina, Boedyo mengakui bahwa banyak pengecer yang merasa kesulitan dengan proses administrasi yang diperlukan.
“Yang menyulitkan pengecer jadi pangkalan adalah kewajiban administrasi seperti pencatatan dan pelaporan penjualan. Ini yang membuat pengecer sulit didorong untuk menjadi pangkalan. Mungkin mereka berpikir, untungnya tidak seberapa tapi administrasinya ribet,” ungkapnya.
Terkait sanksi bagi pengecer yang tetap menjual LPG bersubsidi tanpa terdaftar sebagai pangkalan resmi, Boedyo mengaku belum bisa memberikan jawaban pasti karena kebijakan ini masih dalam masa transisi.
“Ini kan lagi masa transisi, jadi belum bisa diputuskan. Selama ini pengecer sudah banyak berperan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kita upayakan agar para pengecer ini mau bertransformasi menjadi pangkalan resmi,” pungkasnya. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Lingkarjateng.id)