JAKARTA, Lingkarjateng.id – Studi terbaru Climate Policy Initiative (CPI) menemukan potensi pertumbuhan pasar efisiensi energi di Indonesia. Sehingga, model bisnis yang ada saat ini perlu diperbaiki.
“Model bisnis haruslah ditingkatkan untuk dapat mempercepat pengembangan efisiensi energi. Sayangnya, model bisnis yang sudah ada saat ini masih gagal untuk dapat mengatasi tantangan pasar,”” kata Analis CPI Muhammad Zeki.
Ia menilai, efisiensi energi akan mampu menawarkan keuntungan yang jelas bagi tujuan pengurangan emisi dan ketahanan energi Indonesia. Serta memberikan dukungan menyeluruh terhadap tujuan strategis dari pembangunan di bidang sosial ekonomi.
Pemprov Jateng Berdayakan Ekonomi Berkelanjutan
Peningkatan efisiensi energi juga dapat berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi negara melalui penciptaan lapangan kerja serta peningkatan daya saing di sektor industri dan komersial. Manfaat-manfaat tersebut merupakan sesuatu yang berharga bagi setiap negara yang sedang berjuang melawan dampak pandemi Covid-19, termasuk Indonesia.
Menurut Zeki, salah satunya model bisnis yang belum berhasil diimplementasikan karena situasi perusahaan jasa energi atau Energy Service Companies (ESCOs) yang masih tergolong kecil di Indonesia. Serta sulit memperoleh pendanaan dari bank adalah model penghematan bersama yang direkomendasikan untuk klien kecil.
Di sisi lain, model penghematan terjamin justru menempatkan klien atau pemilik fasilitas pada posisi yang berisiko karena mereka harus menanggung risiko utang dari bank. Ditambah dengan kurangnya kepercayaan terhadap kapasitas dan kapabilitas ESCOs. Melihat situasi yang ada, CPI pun menyarankan perbaikan terhadap model bisnis yang mampu mempercepat pengembangan efisiensi energi di Indonesia. Salah satunya melalui rekomendasi tiga model bisnis yang merupakan hasil penyesuaian dari model sebelumnya. Yaitu, model bisnis jasa atau perangkat, model bisnis sewa dan beli, serta model bisnis layanan energi berkualitas. (Lingkar Network | Koran Lingkar Jateng)