8.231 Buruh di Jawa Tengah Kena PHK Sepanjang 2024, Tertinggi di Boyolali

Kepala Bidang Hubungan Industri (HI) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Ratna Dewajati. (Rizky Syahrul Al-Fath/Lingkarjateng.id)

SEMARANG, Lingkarjateng.id – Kepala Bidang Hubungan Industri (HI) pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Ratna Dewajati, melaporkan bahwa sepanjang Januari hingga Agustus 2024, jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di 35 kabupaten/kota se-Jawa Tengah mencapai 8.231 pekerja. Selain itu, 3.719 pekerja lainnya juga dirumahkan oleh perusahaan masing-masing.

Sebelumnya, pemerintah pusat mencatat Jawa Tengah sebagai provinsi dengan angka PHK tertinggi di Indonesia, mencapai 14.767 tenaga kerja yang diberhentikan. Namun, data Disnakertrans Jateng menunjukkan bahwa jumlah PHK sebenarnya hanya 8.231 pekerja, dengan Kabupaten Boyolali mencatat angka tertinggi yaitu 1.166 pekerja.

“Kami telah melakukan klarifikasi dengan pemerintah pusat mengenai data yang tercatat di Satudata Kemnaker. Misalnya, di SAI Apparel, terjadi relokasi pekerja yang dilaporkan sebagai PHK, padahal jumlah PHK yang sebenarnya hanya 1.482 orang dari laporan 8.000. Kami berencana melakukan klarifikasi lebih lanjut ke Jakarta pekan depan untuk memperbaiki data ini,” jelas Ratna di Kantor Disnakertrans Jateng pada Selasa, 1 Oktober 2024.

Menurut Ratna, tingginya angka PHK sebagian besar disebabkan oleh dampak geopolitik, seperti perang di Ukraina yang mengganggu pasokan bahan baku tekstil yang bergantung pada impor. 

“Selain itu, hubungan dagang yang tidak stabil antara China dan Amerika Serikat, serta kebijakan impor yang mempengaruhi persaingan pasar di Indonesia, turut berkontribusi pada turunnya pesanan dan perang harga,” ucapnya.

Ratna mengungkapkan, dari total 8.231 PHK yang tercatat, Kabupaten Boyolali menyumbang 1.166 pekerja atau 20,19 persen, diikuti oleh Kabupaten Pekalongan dengan 1.268 pekerja atau 15,41 perse, dan Kota Semarang dengan 1.210 pekerja atau 14,71 persen.

“Sektor yang paling terdampak adalah tekstil dan garmen yang menyumbang 44,77 persen dari total PHK, diikuti oleh sektor manufaktur dengan 25,71 persen, serta sektor perdagangan dan jasa keuangan dengan 17,08 persen,” tambahnya.

Ratna juga memprediksi bahwa angka PHK di Jateng dapat terus meningkat hingga akhir tahun 2024. Jumlah total PHK diperkirakan akan mencapai dua kali lipat dari angka tahun 2023 yang hanya mencapai 4.302 pekerja. (Lingkar Network | Rizky Syahrul Al-Fath – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version