GROBOGAN, Lingkarjateng.id – Dunia medis baru-baru ini digegerkan adanya seorang pria lulusan SMA yang berhasil “praktik” sebagai dokter umum. Susanto nama pria tersebut. Ironisnya aksi “dokter-dokteran” di klinik milik PT Pelindo Husada Citra (PHC) itu bukan yang pertama kali.
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto meminta penegakan hukuman yang setimpal agar ke depan tidak ada “Susanto-Susanto” lain.
“Ini tidak main-main dan hukuman maksimal 5 tahun atau denda Rp 500 juta harus diberikan. Undang-Undang No 17/2023 yang baru ini sudah jelas berpihak pada masyarakat dan melindungi marwah tenaga kesehatan maupun tenaga medis,” jelas Legislator dari Dapil Jawa Tengah III itu.
Ibu Kandung Susanto Ngaku Tidak Tahu Anaknya Jadi Dokter Gadungan
Diketahui, sejak 2020 Susanto diterima di klinik milik PT PHC dan menjadi dokter umum. Praktiknya mulus sampai akhirnya perusahaan akan memperpanjang kontraknya dan meminta dokumennya sebagai dokter.
“Harusnya aksi Susanto ini bisa diantisipasi saat penerimaan. Seharusnya ketika itu pihak perusahaan hati-hati dan kroscek dengan sungguh-sungguh,” ujar Edy.
Edy juga menyoroti bahwa aksi Susanto ini bukan yang pertama. Dia sudah mengaku sebagai dokter sejak 2006 di Grobogan. Lalu Temanggung dan Kalimantan.
Ngaku Kecolongan, RS di Grobogan Kena Tipu Dokter Gadungan Susanto
“Melihat aksinya yang berulang, berarti Susanto sudah mengetahui celah. Harusnya ini menjadi pembelajaran bagi faskes maupun pemerintah,” sentil Edy.
Politikus PDI-Perjuangan ini berharap, jika kemajuan teknologi harus diimbangi dengan terjaminnya keamanan data. Selain itu, dengan adanya teknologi menurutnya harus memudahkan dalam verifikasi berbagai hal.
“Lihat dokumennya sesuai tidak dengan KKI dan dilakukan kredensialing,” ucap Edy.
Dia menambahkan, meskipun pada dokumen sudah dinyatakan dokter bahkan spesialis, faskes harus melakukan verifikasi.
Dokter Gadungan Susanto Ternyata Pernah Bekerja di Grobogan 3 Tahun hingga Jadi Direktur RS
“Komite medik sangat berperan dalam proses kredensialing ini,” ucapnya.
Selanjutnya, Edy mengingatkan bahwa setiap orang dilarang untuk menggunakan gelar dan berpenampilan atau perilaku menyerupai tenaga medis atau tenaga kesehatan. Ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023.
“Pada pasal 312 UU 17/2023 sudah diatur tidak boleh menyerupai atau bertindak seperti tenaga medis dan tenaga kesehatan yang memiliki izin untuk praktik,” jelasnya.
Agar jera, Edy menyarankan agar sanksi ditegakkan dan persidangan berlangsung terbuka. Dia menyebutkan di UU Kesehatan yang baru pada Pasal 439 dan 441 sudah diatur bentuk sanksi bagi yang bukan tenaga kesehatan maupun tenaga medis, tapi praktik. Bahkan berperilaku menyerupai dokter maupun tenaga kesehatan. (Lingkar Network | Koran Lingkar)