Perlu Tanggul Laut di Pesisir, Rob di Demak Kikis Lahan Pertanian

rob demak

Salah seorang warga menunjuk lahan sawah miliknya yang kini sudah terendam rob. (M. Burhan A/Lingkarjateng.id)

DEMAK, Lingkarjateng.id – Bupati Demak Eisti’anah sebut permasalahan rob yang terjadi di wilayah pesisir Demak mengurangi lahan pertanian yang ada di Kabupaten setempat.

Padahal seperti diketahui Kabupaten Demak merupakan salah satu lumbung padi terbesar sekaligus penyangga ketahanan pangan di Indonesia.

Oleh karena itu, Eisti’anah melanjutkan, rob yang terus mengikis lahan pertanian menjadi permasalahan serius yang tentunya perlu dipikirkan oleh pemerintah pusat.

“Walapaun ketahanan pangan di Demak tetap aman, tetapi kan Demak ini merupakan salah satu penyangga pangan yang ada di Indonesia. Sehingga itu juga dipikirkan tentang keterkaitan lahan ketahanan pangan di Demak,” kata Bupati Eisti’anah, baru-baru ini.

Ia juga mengatakan bahwa perlunya pembangunan tanggul laut di wilayah pesisir, di mana Eisti’anah menilai hal itu menjadi salah satu yang bisa mencegah banjir rob meluas.

“Saat rakor (rapat koordinasi) salah satu konsultan juga menyampaikan paling setuju adalah tanggul laut, kalau hanya tanaman vegetatif tidak akan mengurangi abrasi di Demak, karena sudah terhimpit adanya reklamasi,” ujarnya.

Dengan adanya reklamasi di wilayah Barat Kabupaten Demak yakni di Semarang, kata Bupati, maka tak menutup kemungkinan, air rob akan mencari wilayah yang lebih rendah seperti wilayah pesisir Sayung. 

Dalam menyikapi hal tersebut, ia menyampaikan perlunya sinergi serta kolaborasi dari seluruh pihak untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

“Sehingga perlunya sinergi yang baik, seperti tim ahli tadi juga menyampaikan kedepannya ada perluasan pelabuhan tanjung mas 200 hektare, itu juga bikin deg degkan, kita rada miris,” katanya.

Terpisah, salah satu warga Desa Tugu Pangkalan, Kecamatan Sayung, Mohamad Asmui mengisahkan dulu mayoritas warga setempat berporfesi sebagai petani.

Namun, lanjutnya, sekarang ini lahan persawahan milik warga setempat menjadi hamparan lautan.

“Sawah ora keno tanduri (sawah nggak bisa ditanami, red). Dulunya produktif tanam padi, ubi atau singkong. Terakhir itu sekitar 10 tahun dari sekarang sudah nggak bisa ditamani. Dulu aku punya 10 pohon kelapa, tak pikir pas saya tua nanti bisa saya jual degan-deganya kan lumayan, tapi selang benerapa tahun air laut menggenangi,” kisahnya. (Lingkar Network | M. Burhan A – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version